Selasa, 28 April 2009

EMOSI, STRES, DAN KESEHATAN

EMOSI, STRES, DAN KESEHATAN

MATA KULIAH : ORIENTASI BARU DALAM PSIKOLOGI


Kelompok 8

SITI DIVINUBUN 7216080067

RICKY B.LAIYAN 7216080543



PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2008


EMOSI, STRES, DAN KESEHATAN

Bayangkanlah bahwa saat ini kami bertanya, “Bagaimana perasaan Anda?” Bagaimana Anda akan menjawab pertanyaan tersebut? Paling tidak ada tiga tipe informasi yang berbeda yang akan Anda berikan. Pertama, Anda mungkin akan menungkapkan kepada kami tentang suasana hati (mood)—emosi-emosi yang Anda rasakan. Apakah Anda bahagia karena Anda tahu bahwa Anda bisa selesai membaca bab ini tepat waktu sehingga Anda bisa ke pesta? Apakah Anda marah karena bos Anda baru saja berteriak kepada Anda di telepon? Kedua, mungkin Anda akan mengungkapkan kepada kami tentang jumlah stres yang sedang Anda alami. Apakah Anda merasa bahwa Anda seolah-olah merasa dapat merampungkan seluruh tugas yang harus Anda kerjakan? Ataukah Anda merasa agak terbebani? Ketiga, Anda mungkin akan melaporkan kesehatan psikologis atau fisik Anda. Apakah Anda merasa akan terjangkit suatu penyakit? Ataukah Anda merasa sangat sehat?

Bab ini akan mengeksplorasi interaksi-interaksi di antara ketiga jawaban yng mungkin Anda berikan dalam menajwab pertanyaan “Bagaimana perasaan Anda?”—dalam kaitannya dengan emosi, stres, dan kesehatan. Emosi adalah batu fondasi dari pengalaman manusia. Emosi memberikan kekayaan pada interaksi Anda dengan orang lain dan alam semesta dan signifikansi pada memori Anda. Pada bab ini, kita membahas pengalaman dan fungsi-fungsi emosi. Namun, apa yang terjadi bila tuntutan emosi atas fungsi biologis dan psikis Anda terlalu besar? Anda mungkin menjadi terbebani dan tidak mampu untuk berurusan dengan stressor (penekan) dalam kehidupan Anda. Bab ini juga akan memeriksa bagaimana stres mempengaruhi Anda dan bagaimana Anda sanggup melawannya. Terakhir, kita akan memperluas fokus kita untuk mempertimbangkan kontribusi psikologi dalam studi kesehatan dan penyakit. Para psikolog kesehatan telah memeriksa bagaimana proses-proses lingkungan, sosial, dan psikologis berperan dalam perkembangan penyakit. Para psikolog kesehatan juga menggunakan proses-proses dan prinsip-prinsip psikologis untuk membantu perawatan dan pencegahan penyakit, sekaligus mengembangkan strategi-strategi untuk meningkatkan kesehatan personal.

Kita akan mulai dengan membahas isi dan makna emosi.

EMOSI

Bayangkanlah seperti apa jadinya hidup Anda bila Anda dapat berpikir dan bertindak tetapi tidak sanggup merasa. Apakah Anda akan bersedia menghapuskan kapasitas untuk merasakan takut bila Anda juga harus kehilangan gairah atas ciuman seorang kekasih? Apakah Anda bersedia menghapuskan kesedihan demi merasakan kebahagiaan? Tentu saja ini akan menjadi tawaran yang buruk, dan segera akan disesalkan. Maka kita segera memahami bahwa emosi mempunyai sejumlah fungsi yang penting. Namun, mari kita mulai dengan menawarkan definisi emosi dan dengan mendeskripsikan akar-akar dari pengalaman emosional Anda.

Walaupun Anda akan tergoda untuk berpikir tentang emosi hanya sekadar sebagai suatu perasaan—“Saya merasa gembira” atau “Saya merasa marah”—kita membutuhkan definisi yang lebih inkuslif untuk konsep penting yang melibatkan baik tubuh maupun pikiran ini. Psikolog kontemporer mendefinisikan emosi sebagai sebuah pola yang kompleks dari perubahan-perubahan badani dan mental yang mencakup munculnya gerakan badani, proses-proses kognitif, ekspresi-ekspresi yang tampak (termasuk wajah dan postur), dan reaksi-reaksi behavioral (perilaku) spesifik yang muncul untuk merespon suatu situasi yang dianggap siginifikan secara personal. Untuk memahami mengapa semua komponen ini pasti ada, bayangkanlah suatu situasi di mana Anda akan merasakan adanya dorongan untuk merasa gembira. Pergerakan badan Anda mungkin mencakup detak jantung yang lembut. Perasaan Anda akan positif. Asosiasi proses-proses kognitif mencakup interpretasi, memori, dan pengharapan, yang memungkinkan Anda untuk memberi label “gembira” atas situasi tersebut. Reaksi-reaksi behavioral Anda yang tampak barangkali akan ekspresif (senyuman) dan/atau beriorientasi-pada-aksi (memeluk orang yang dicintai).Sebelum kita membahas hal-hal yang menyatukan munculnya pergerakan badani, perasaan, pikiran dan tindakan, kita perlu menj

Jelaskan perbedaan antara emosi dan suasana hati (mood). Kita telah mendefinisikan emosi sebagai respon-respon spesifik atas peristiwa-peristiwa spesifik—dalam pengertian ini, emosi biasanya relatif pendek dan intensif. Sebaliknya, mood seringkali kurang intens dan dapat berlangsung selama beberapa hari. Seringkali hanya ada hubungan yang lemah antara mood dan peristiwa yang memicunya. Anda bisa berada dalam mood yang baik atau buruk tanpa tahu mengapa demikian. Anda harus tetap mengingat perbedaan antara emosi dan mood ini selama kita mendeskripsikan teori-teori yang menjelaskan hal-hal terebut.

  • EMOSI-EMOSI DASAR DAN BUDAYA

Anggaplah Anda dapat mengumpulkan, ke dalam satu ruangan, perwakilan dari setiap kebudayaan manusia di seluruh dunia. Pengalaman emosional umum apa yang akan mereka tunjukkan? Jawaban pertama, Anda mungkin akan menengok buku Charles Darwin, The Expression of Emotions in Man and Animals (1972/1965). Darwin percaya bahwa emosi berkembang bersama aspek-aspek penting lain dari struktur dan fungsi-fungsi manusiawi dan nonmanusiawi. Ia tertarik kepada fungsi adaptif emosi, bukan sebagai moda-moda operasi dalam otak manusia yang kabur, tak dapat diramalkan, dan merupakan keadaan yang personal, melainkan sebagai moda-moda operasi yang sangat spesifik dan terkoordinasi. Darwin memandang emosi sebagai keadaan mental yang terwariskan dan terpesialisasi, yang didesain untuk berurusan dengan suatu kelas tertentu dari situasi-situasi yang berulangulang terjadi (recurring situations) di dunia. Dalam sejarah spesies kita, manusia telah diserang oleh berbagai predator, jatuh cinta, melahirkan anak, saling berperang, menjadi korban pengkhianatan seksual pasangan, dan menyaksikan kematian orang yang dicintai—entah berapa juta kali. Maka, kita dapat mebduga bahwa tipe-tipe respon emosional tertentu akan muncul dalam setiap anggota spesies manusia. Para peneliti telah menguji universalitas emosi ini dengan memperhatikan respon-respon emosional bayi yang baru lahir dan juga konsistensi dari ekspresi-ekspresi wajah di semua budaya.

GAMBAR DARI CHARLES DARWIN

Charles Darwin adalah salah satu orang yang pertama kali menggunakan foto dalam studi tentang emosi. Plat-plat foto ini diambil dari The Expression of Emotion in Man and Animals (1872/1965). Mengapa Darwin percaya bahwa emosi merupakan produk evolusi?

APAKAH RESPON EMOSIONAL MERUPAKAN BAWAAN?

Bila perspektif evolusioner ini benar, maka seharusnya kita dapat menemukan pola-pola respon emosional yang sama pada anak-anak di seluruh dunia (Izard, 1994). Silvan Tomkins (1962, 1981) adalah salah satu psikolog yang menekankan pentingnya peran reaksi-reaksi afektif (emosional) yang segera dan tak dipelajari. Ia menunjukkan, tanpa didahului oleh proses belajar, bayi merespon bunyi-bunyi yang keras dengan merasa takut atau kesulitan bernafas. Bayi tampaknya “telah memiliki jaringan” (prewired) untuk merespon rangsangan tertentu dengan respon emosional yang cukup lengkap untuk pelbagai situasi.

Riset lintas-budaya telah mengonfirmasikan dugaan bahwa beberapa respon emosional cenderung mirip pada anak-anak dari pelbagai budaya yang berbeda-beda.

Menguji Ide

Respon Emosional Lintas-Budaya pada Bayi

Bayi berusia 5 dan 12 bulan di AS dan Jepang dikunjungi di rumah mereka. Peneliti menetapkan prosedur di mana setiap pergelangan bayi diraih dan dilipat di atas perut si bayi. Peneliti merekam respons etiap bayi. Bayi-bayi dari kedua budaya ini menggerakkan otot-otot wajah mereka dalam pola-pola yang sama—yang menghasilkan ekspresi yang sangat mirip berupa rasa terganggu. Bayi-bayi AS dan Jepang juga menunjukkan rata-rata negatif yang sama pada vokalisasi dan pergerakan fisik (Camras dkk, 1992).

Walaupun studi ini mendemonstrasikan konsistensi lintas-budaya yang penting, namun riset yang lebih baru telah menjabarkan beberapa perbedaan. Pada salah satu studi, bayi-bayi berusia 11 bulan dari Cina secara konsisten kurang ekspresif secara emosional dibanding bayi-bayi yang usianya sama dari Jepang dan AS (Camras dkk, 1998). Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa budaya berlaku dalam kehidupan awal manusia untuk menimbulkan akibat tertentu pada respon emosional bawaan.

Perhatikan bahwa tampaknya bayi juga memiliki kemampuan bawaan untuk menerjemahkan ekspresi wajah orang lain. Pada sebuah eksperimen, bayi-bayi berusia 4-6 bulan dibiasakan melihat—mereka memperlihatkan ketertarikan yang semakin menurun—wajah-wajah orang dewasa yang menunjukkan emosi-emosi tunggal mulai dari terkejut, takut, dan marah (lihat bab 10 untuk prosedur pembiasaan bagi anak-anak). Saat bayi diperlihatkan secarik foto dengan ekspresi yang berbeda, bagi merespon dengan rasa tertarik yang baru—yang menunjukkan bahwa ekspresi terkejut, takut dan marah, “tampak berbeda” bagi mereka, bahkan pada saat usia-usia yang masih muda tersebut (Serrano dkk, 1992). Bayi juga memproduksi perilaku yang lebih positif (misalnya, gerakan mendekati sesuatu dan senyuman) pada saat diperlihatkan ekspresi gembira, dan perilaku negatif (misalnya, gerakan menghindar dan berkerut kening) pada saat diperlihatkan ekspresi marah. Hal ini menunjukkan bahwa bayi tidak hanya mengenali melainkan juga memiliki pemahaman yang sangat jelas akan “makna” dari ekspres-ekspresi tersebut (Serrano dkk, 1995).

APAKAH EKSPRESI-EKSPRESI EMOSIONAL UNIVERSAL?

Kita telah melihat bahwa bayi memproduksi dan mempersepsi ekspresi-ekspresi emosional standar. Bila memang demikian, kita mungkin bisa menemukan bahwa anggota-anggota yang dewasa dari pelbagai kebudayaan yang berbeda-beda, juga menunjukkan kesamaan yang masuk akal, yang berarti bahwa mereka percaya emosi dikomunikasikan melalui ekspresi wajah.

Menurut Paul Ekman, peneliti terkemuka di bidang ekspresi wajah, semua orang memahami “bahasa wajah” (Ekman, 1984, 1994). Ekman dan kawan-kawannya telah mendemonstrasikan apa yang pernah diajukan oleh Darwin—bahwa serangkain ekspresi wajah bersifat universal bagi spesies manusia, kemungkinan karena ekspresi-ekspresi tersebut merupakan komponen bawaan dalam pewarisan evolusioner kita. Sebelum Anda membaca lebih lanjut, lihatlah Gambar 12.1 untuk memahami seberapa baik Anda dapat mengidentifikasi ketujuh ekspresi emosional yang dapat dikenali secara universal (Ekman & Friedsen, 1986).

GAMBAR 12.1

Penilaian Ekspresi Emosional

Cocokkan ketujuh nama emosi berikut ini dengan wajah-wajah di atas: ketakutan, kejijikan, kegembiraan, keterkejutan, kemuakan, kemarahan, dan kesedihan. Jawaban ada pada akhri bab ini.

Ada cukup banyak bukti bahwa ketujuh ekspresi ini dikenali dan diproduksi di seluruh dunia dalam menanggapi emosi-emosi kegembiraan, keterkejutan, kemarahan, kejijikan, ketakutan, kesedihan, dan kemuakan. Para peneliti lintas-budaya telah meminta orang-orang dari pelbagai budaya yang berbeda untuk mengidentifikasi emosi-emosi yang dikaitkan dengan ekspresi-ekspresi dalam foto-foto standar. Biasanya, setiap orang mampu mengidentifikasi ekspresi yang diasosiasikan dengan ketujuh emosi tersebut.

klasik

Menguji Ide

Pengenalan Ekspresi Wajah Lintas-Budaya

Pada salah satu studi, anggota dari budaya prasejarah di New Guinea (budaya Fore), yang belum banyak bertemu dengan budaya Barat sebelum percobaan ini, secara akurat mengidentifikasi emosi-emosi yang diekspresikan oleh wajah-wajah Kaukasus pada Gamabar 12.1. Mereka mencocokakkannya dengan situasi di mana mereka pernah mengalami emosi yang sama. Misalnya, untuk foto 5 (ketakutan) menunjukkan ia sedangd ikejar oleh babi hutan liar saat Anda tak membawa lembing Anda, dan foto 6 (kesedihan) menunjukkan bahwa anak Anda telah meninggal. Kebingungan mereka hanya terjadi pada saat membedakan antara keterkejutan (foto 2), dengan ketakutan, mungkin karena orang-orang ini menjadi paling ketakutan saat mereka terkejut.

Berikutnya, para peneliti meminta anggota-anggota lain dari budaya tersebut (yang belum terlibat dalam studi yang pertama) untuk menirukan ekspresi-ekspresi yang digunakan untuk mengomunikasikan keenam emosi ini (tanpa ekspresi kemuakan). Saat para siswa AS menonton rekaman ekspresi wajah orang Fore, mereka dapat mengidentifikasi emosi-emosi tersebut dengan akurat—dengan satu perkecualian. Tidak mengejutkan bahwa orang Amerika memiliki kesulitan dalam membedakan ekspresi ketakutran dan keterkejutan orang Fore, emosi-emosi yang sama yang juga telah membuat orang Fore bingung (Ekman & Friesen, 1971).

Riset yang lebih baru membandingkan penilaian-penilaian atas ekspresi wajah pada orang-orang di Hongaria, Jepang, Polandia, Sumatra, AS, dan Vietnam—kemiripan ditemukan pada semua peserta (Biehl dkk, 1997). Kesimpulan umumnya adalah bahwa orang-orang di seluruh dunia, tak peduli terdapat perbedaan-perbedaan kultural, ras, seks, atau pendidikan, mengekspresikan emosi-emosi dasar denganc ara yang hampir mirip dan mampu mengidentifikasi emosi-emosi yang dialami orang lain dengan membaca ekspresi wajahnya.

Perhatikan bahwa klaim universalitas ini terfokus pada rangkaian ketujuh emosi dasar. Ekman dan kawan-kawan tidak mengklaim bahwa setiap ekspresi wajah adalah universal atau bahwa budaya-budaya mengelspresikan semua emosi dengan cara yang sama (Ekman, 1994). Faktanya, Ekman (1972) menyebut posisi universalitasnya ini sebagai teori neuro-cultural, untuk mencerminkan kontribusi bersama dalam ekspresi wajah antara otak (produk evolusi) dengan budaya. Otak menunjukkan otot wajah mana yang digerakkan, untuk memproduksi sebuah ekspresi tertentu, saat suatu emosi tertentu dibangkitkan. Namun, budaya-budaya yang berdeda menerapkan pengekangan tersendiri yang jauh melampaui biologi universal. Kita telah melaporkan beberapa efek kultural dalam deskripsi riset yang membandingkan respon-respon anggota budaya Fore dan siswa AS. Perbandingan antara enam negara yang kita kutip lebih awal juga menghasilkan beberapa perbedaan (Biehl dkk, 1997). Misalnya, orang dewasa Jepang lebih buruk dalam mengidentifikasi kemarahan ketimbang orang dewasa AS, Hongaria, Polandia, dan Vietnam. Orang dewasa Vietnam lebih buruk dalam mengidentifikasi kejijikan ketimbang para peserta dari negara-negara lain.

Mengapa perbedaan-perbedaan ini muncul? Sekarang mari kita tengok secara langsung pada pengaruh kultural pada emosionalitas.

GAMBAR DARI KESPRESI KULTURAL PEMAKAMAN

Bagaimana budaya mengekang ekspresi emosional pada situasi seperti situasi pemakaman?

BAGAIMANA BUDAYA MENGEKANG EKSPRESI EMOSIONAL?

Kita baru saja melihat beberap aspek ekspresi emosional yang universal. Meski demikian, budaya-budaya yang berbeda memiliki standar-standar yang berbeda-beda tentang cara mengelola emosi. Beberapa bentuk respon emosional, bahkan ekspresi wajah, adalah unik untuk setiap budaya. Budaya membangun aturan-aturan sosial untuk menentukan kapan orang boleh menunjukkan emosi tertentu dan untuk menentukan kepantasan sosial dari tipe-tipe emosi tertentu yang diperlihatkan oleh tipe-tipe orang tertentu dalam latar yang khusus (Mesquita & Frijda, 1992; Ratner, 2000). Mari kita lihat tiga contoh budaya yang mengekspresikan emosi dengan cara-cara yang berbeda dari norma Barat. Kita mulai dengan sebuah budaya dari Afrika.

Orang Woolf dari Senegal hidup dalam masyarakat di mana perbedaan status dan kekuasaan didefinisikan dengan ketat. Anggota-anggota berkasta tinggi dari budaya ini diharapkan untuk menunjukkan pengekangan diri yang kuat dalam ekspresi emosional mereka; orang-orang berkasta rendah diharapkan untuk lebih terbuka; terutama pada kasta yang disebut griots. Bahkan, orang griots justru diharapkan untuk mengekspresikan emosi-emosi “tak bermartabat” kaum bangsawan:

Suatu sore, sekelompok wanita (lima bangsawan dan dua griots) berkumpul di sekitar sebuah sumur di tepi kota, saat seorang wanita berlari ke sumur itu dan menceburkan diri. Para wanita itu kaget melihat percobaan bunuh diri itu, namun para wanita bangsawan tidak berkata apa-apa. Hanya para wanita griots yang menjerit, mewakili semua wanita yang ada di saia. (Irvine, 1990, h. 146)

Dapatkah Anda membayangkan bagaimana Anda akan bereaksi pada situasi tersebut? Mungkin lebih mudah bagi Anda untuk menempatkand iri pada posisi wanita griot ketimbang pada posisi wanita bangsawan. Bagaimana Anda tidak akan menjerit? Jawabannya, tentu saja, adalah bahwa para wanita bangsawan itu telah memiliki norma-0norma kultural bagi ekspresi emosional yang mewajibkan mereka untuk tidak menunjukkan respon yang terbuka.

Contoh kedua dari variasi kultural dalam ekspresi emosional muncul dalam kehidupan salah satu pengarang buku ini. Pada sebuah pemakaman seorang teman Amerika keturunan Syria, ia sangat terkejut saat melihat dan mendengar sekelompok wanita menjerit dan meratap saat seorang tamu memasuki area permakaman. Kemudian mereka berhenti dengan tiba-tiba sampai tamu berikutnya datang, di mana mereka sekali lagi memulai ratapan mereka. Apa penjelasan bagi perilaku ini? Karena sulit bagi anggota keluarga almarhum untuk mempertahankan pitch emosional yang tinggi selama tiga hari tiga malam, maka mereka menyewa para penangis profesional ini untuk mempertunjukkan, mewakili mereka, emosi-emosi kuat yang pantas kepada setiap tamu baru. Ini adalah praktek yang diharapkan ada pada sejumlah budaya Mediterania dan Timur Dekat.

Bagi contoh ketiga kita, kita perlu memperkenalkan perbedaan antara budaya yang individualistik dan kolektivis: Budaya Individualistik mementingkan kebutuhan pribadi, sedangkan budaya kolektifis mementingkan kebutuhan kelompok (Tirandis, 1994, 1995). Sementara orang individualis mencari imbalan personal yang segera, kebebasan, kesetaraan, penikmatan personal, dan kehidupan yang bervariasi dan menyenangkan, orang kolektivis memberikan nilai yang tinggi pada disiplin-diri dan menerima posisi seseorang dalam kehidupan, menghormati orangtua dan par aleluhur, menjaga citra diri, dan bekerja untuk jangka panjang yang memberikan keuntungan bagi kelompok sebagai keseluruhan. Para peneliti telah menyarankan bahwa orientasi-orientasi kultural ini akan mempengaruhi ekspresi emosi.

Menguji Ide

Ekspresi Emosional pada Budaya-Budaya Individualistik dan Kolektivis

Apa yang terjadi bila seseorang mengekspresikan sebuah emosi negatif kepada orang lain atau sekelompok orang? Seringkali, situasinya akan menjadi kaku. Hal ini tidak menjadi masalah selama Anda adalah anggota dari suatu budaya individualistik—dan merasa nyaman menggunakan ekspresi emosi yang negatif untuk mengukuhkan independensi Anda sendiri. Namun, bila Anda adalah anggota suatu budaya kolektivis, mungkin Anda merasa malu untuk memperlihatkan emosi yang negatif agar menghindari kekacauan dalam kelompok. Untuk menguji penalaran ini, sekelompok peneliti merekrut mahasiswa psikologi dari universitas-universitas di AS (budaya individualistik) dan Costa Rica (budaya kolektivis) dan menanyai mereka seberapa nyaman mereka merasa bila mereka ingin mengekspresikan serangkaian emosi positif dan negatif kepada orang lain, bila orang tersebut telah “menyebabkan mereka mengalami emosi-emosi semacam itu. Gambar 12.2 menunjukkan hasilnya. Seperti yang dapat Anda lihat, tidak ada perbedaan kultural untuk emosi-emosi positif. Namun, seperti yang telah diramalkan, mahsiswa AS merasa lebih nyaman dalam mengekspresikan emosi-emosi negatif (Stephan dkk, 1996).

GAMBAR 12.2

Ekspresi Emosional pada Berbagai Budaya

Mahasiswa dari AS (budaya individualistik) dan Costa Rica (budaya kolektivis) diminta untuk menunjukkan seberapa nyaman mereka dalam mengekspresikan emosi positif dan negatif terhadap orang lain yang telah menyebabkan mereka mengalami emosi-emosi tersebut. Para mahasiswa memberikan respon pada skala yang mulai dari 0 (sangat tidak nyaman) hingga 5 (sangat nyaman). Walaupun tidak ada perbedaan pada emosi positif, para mahasiswa dari budaya individualistik menunjukkan lebih banyak kenyamanan dalam mengekspresikan emosi yang negatif.

Kali lain bila Anda mengekspresikan sebuah emosi negatif—misalnya, marah kepada seorang teman—Anda harus mempertimbangkan bagaimana perasaan Anda terhadap insiden tersebut mencerminkan nilai-nilai kultural.

Saat Anda berpikir tentang tipe-tipe pola-pola emosional yang mungkin muncul dalam pengalaman umat manusia, Anda seharusnya selalu ingat bahwa budayalah yang menentukan kata akhir. Penekanan Barat bahwa apa yang perlu atau tak dapat dihindari dalam ekspresi emosional mengikat budaya AS dan juga masyarakat lain. Dapatkah Anda melihat bagaimana standar-standar yang berbeda bagi ekspresi emosional dapat menyebabkan kesalahpahaman di antara orang-orang yang berasal dari kebudayaan yang berbeda?

Sejauh ini kita telah melihat bahwa beberapa respon psikologis atas situasi emosional—seperti senyum dan gerutuan—mungkin merupakan bawaan. Sekarang mari kita beralih pada teori-teori yang mempertimbangkan kaitan antara respon-respon psikologis yang berbeda dan interpretasi psikologisnya.

  • TEORI-TEORI EMOSI

Teori-teori tentang emosi biasanya berusaha menjelaskan hubungan antara aspek-aspek fisiologis dan psikologis dari pengalaman emosi. Kita akan memulai seksi ini dengan membahasa rspon-respon yang diberikan oleh Tubuh Anda dalam situasi-situasi yang relevan secara emosional. Lalu kita akan membahsa teori-teori yang mengeksplorasi bagaimana respon-respon fisiologis ini berperan pada pengalaman emosi secara psikologis.

FISIOLOGI EMOSI

Apa yang terjadi bila And amengalami emosi yang kuat? Jantung Anda berdetak cepat, pernafasan And alebih kencang, mulut Anda kering, otot Anda menegang, dan Anda mungkin gemetar. Selain perubahan-perubahan yang tampak ini, banyak hal lain yang berlangsung di bawah permukaan. Seluruh respon ini didesain untuk memobilisasi tubuh Anda untuk bersiap berhadapan dengan sumbe remosi. Mari kita lihat wujudnya.

Autonomic nervous sysem (ANS) mempersiapkan tubuh untuk membuat respon-respon emosional melalui divisi simpatetik dan prasimpatetik (lihat Bab 3). Keseimbangan antara kedua divisi ini tergantung pada kualitas dan intensitas dari stimulasi yang membangkitkan emosi. Terhadap stimulasi yang lembut dan tidak menyenangkan, divisi simpatetik lebih aktif; dengan stimulasi yang lembut dan menyenangkan, divisi parasimpatetik lebih aktif. Terhadap stimulasi yang lebih intens, kedua divisi tersebut semakin banyak terlibat. Secara fisiologis, emosi-emosi yang kuat seperti ketakutan atau kemarahan mengaktifkan sistem reaksi darurat tubuh, yang dengan sigap dan diam-diam menyiapkan tubuh untuk menghadapi bahaya yang potensial. Sistem syaraf simpatetik mengambil peran dengan mengarahkan hormon-hormon yang dilepaskan (epinephrine dan norepinephrine) dari kelenjar adrenal, yang kemudian memandu organ-organ internal untuk menghasilkan gula darah, menaikkan tekanan darah, dan meningkatkan keringat dan saliva (ludah). Untuk menenangkan diri Anda setelah situasi darurat selesai, sistem syaraf parasimpatetik mencegah pelepasan hormon-hormon yang mengaktivasi tubuh. Anda mungkin akan tetap tersadar selama beberapa saat setelah suatu pengalaman aktivasi emosi yang kuat, karena sebagian hormon terus bersirkulasi dalam aliran darah Anda.

Seperti yang akan kita lihat saat kita mendeskripsikan teori-teori emosi, para peneliti telah memperdebatkan pertanyaan “Apakah pengalaman emosional tertentu menghasilkan pola-pola aktivitas yang terpilah dengan jelas di dalam sistem syaraf otonomis?” riset lintas-budaya menunjukkan bahwa jawaban untuk pertanyaan itu adalah ya.

Menguji Ide

Apakah Emosi yang Berbeda Menunjukkan Pola-pola Aktivitas Otonomis yang Berbeda?

Anggaplah Anda merasa terkejut, ketakutan, atau jijik—namun Anda tak usah memberitahukannya kepada kami. Dapatkah kami mengukur respon sistem syaraf otonomis Anda dan secara akurat menebaka apakah yang sedang Anda rasakan? Paul Ekman dan kawan-kawan (1983) berusaha menajwab pertanyaan ini dengan contoh aktor-aktor profesional di AS. Para peneliti mengukur respon-rspon otonomis seperti detak jantung dan suhu kulit saat para aktor tersebut menciptakan emosi dan membuat ekspresi emosi. Pengukuran ini menunjukkan adanya pola-pola yang berbeda dan terpilah dengan jelas bagi emosi-emosi yang berbeda-beda. Misalnya, kesedihan ditandai oleh rata-rata detak jantung yang tinggi, sedangkan kebahagiaan ditandai oleh rata-rata yang rendah; walaupun kemarahan dan ketakutan menghasilkan rata-rata detak jantung yang tinggi, kemarahan berkaitan dengan suhu kulit yang tinggi, sedangkan kegembiraan dengan suhu kulit yang rendah.

Apakah temuan-temaun ini ada pada semua budaya? Tim peneliti yang sama melakukan studi lain yang membandingkan laki-laki dan perempuan dari AS dan Minangkabau dari Sumatra Barat. Orang Minang dibiasakan untuk tidak menampilkan emosi negatif. Maka, apakah mereka akan menunjukkan pola-pola otonomis yang sama bagi emosi yang negatif—bahkan saat mereka tidak punya banyak pengalaman dalam menampulkan emosi negatif? Data menunjukkan adanya kemiripan yang besar di antara kedua budaya tersebut, yang membuat para peneliti menyimpulkan bahwa pola-pola aktivitas otonomis adalah “bagian penting dari warisan biologis kita bersama”.

Eksperimen-ekserimen ini menunjukkan bahwa orang-orang pada budaya-budaya yang berbeda belajar untuk memproduksi respon-respon kasat mata yang berbeda—saat Anda marah, apakah Anda berteriak atau diam saja?—untuk pengalaman badani yang sama.

Sekarang mari kita beralih dari sistem syaraf otonomis ke sistem syarag pusat. Integrasi antara aspek-aspek hormonal dan neural dari proses pembangkitan emosi dikendalikan oleh hypothalamus dan sistem limbik, yaitu sistem-sistem untuk mengontrol emosi dan pola-pola serangan, pertahanan, dan pelarian diri. Riset neuroanatomi secara khusus telah berfokus pada amygdala sebagai bagian dari sistem limbik yang bertindak sebagai gerbang masuk bagi emosi dan juga sebagai penyaring ingatan. Amygdala melakukan hal ini dengan cara melekatkan signifikansi pada informasi yang diterimanya dari panca indera. Ia memainkan peran yang sangat kuat dalam melekatkan makna pada pengalaman-pengalaman negatif. Misalnya, saat orang melihat gambar ekspresi wajah yang ketakutan, amygdala kiri (setiap sisi otak Anda memiliki amygdala yang terpisah) menunjukkan peningkatan aktivitas saat intensitas ekspresi meningkat; sebaliknya, ekspresi wajah yang gembira memproduksi aktivitas yang lebih sedikit pada struktur yang sama bila wajah itu semakin gembira (Morris dkk, 1996).

Para peneliti juga telah mulai mempelajari perbedaan-perbedaan individual dalam respon amygdala terhadap stimulasi emosional. Sebuah studi berfokus pada variasi-variasi pada sebuah gen yang mempengaruhi penggunaan setotonin enurontransmitter (Hariri dkk, 2002). Sebagian orang terlahir dengan gen yang verversi pendek; sedangkan yang lain terlahir dengan gen berversi panjang. Pada studi ini, para peserta melakukan pemindaian FMRI saat memandang wajah-wajah dengan ekspresi marah atau ketakutan. Tugas mereka adalah memilih wajah lain yang menunjukkan emosi yang sama dengan gambar yang pertama. Pemindaian fMRI menunjukkan bahwa adanya aktivitas tinggi dalam amygdala kanan pada peserta dengan gen yang berversi rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa, tergantung pada warisan genetis Anda, otak Anda dapat secara otomatis merespon lebih sigap sehingga beberapa stimulasi menghasilkan pengaruh yang lebih besar.

Cortex terlibat dalam pengalaman emosional melalui jejaring neural internalnya dan koneksinya dengan bagain-bagain tubuh yang lain. Cortex menyediakan asosiasi, memori, dan makna yang mengintegrasikan pengalaman psikologis dan respon biologis. Riset dengan menggunakan teknik pemindaian otak telah mulai memetakan respon-respon yang khusus untuk emosi-emosi yang berbeda. Misalnya, emosi-emosi positif dan negatif tidak hanya sekadar respon yang berlawanan pada cortex. Emosi-emosi yang berlawanan ini justru menyebabkan aktivitas paling besar pada bagian-bagain otak yang lain. Pertimbangkan studi di mana para peserta melakukan pemindaian fMRI saat melihat gambar postif (misalnya, anak anjing yang lucu, brwonies, dan sunset) dan gambar negatif (orang marah, laba-laba, dan senjata). Pemindaian menunjukkan aktivitas yang lebih besar pada daerah otak kiri untuk gambar positif dan bagian kanan otak untuk gambar negatif (Canli dkk, 1998). Faktanya, para peneliti telah menunjukkan bahwa ada dua sistem yang berbeda dalam otak yang menangani respon-respon yang terkait-dengan-mendekatkan diri (approach-related) dan yang terkait-dengan-penarikan diri (withdrawal-related) (Davidson dkk, 2000). Lihatlah anak anjing dan laba-laba ini. Tampaknya, orang akan lebih suka mendekati anak anjing itu ketimbang namun akan menjauh dari laba-laba. Riset menunjukkan bahwa sirkuit otak yang berbeda—yang terletak pada bagian otak yang berbeda—adalah yang mendasari respon ini.

Gambar ANAK ANJING DAN LABA-LABA

Bagaimana otak merespon dengan cara yang berbeda pada anak anjing dan laba-laba?

Sejauh ini kita telah melihat bahwa tubuh Anda menyediakan banyak respon untuk situasi-situasi yang berhubungan dengan emosi yang relevan. Namun, bagaimana Anda tahu perasaan apa yang muncul bersamaan dengan respon fisiologis? Sekarang kita akan membahas tiga teori yang mencoba menjawab pertanyaan ini.

TEORI REAKSI TUBUH JAMES-LANGE

Mulanya, Anda mungkin berpikir, semua orang sepakat bahwa emosi mendahului respon: misalnya, Anda berteriak kepada seseorang (respon) karena Anda merasa marah (emosi). Namun, lebih dari 100 tahun lalu, William James berpendapat, sebagai Aristoteles pada masa yang lebih jauh, bahwa urutan itu terbalik—Anda merasa setelah tubuh Anda bereaksi. Menurut James, “Kita menyesal karena kita menangis, marah karena kita memukul, takut karena kiat gemetar” (James, 1890/1950. h. 450). Pandangan bahwa emosi merupakan hasil dari umpan-balik tubuh ini dikenal sebagai teori emosi James-Lange (Carl Lange adalah ilmuwan Denmark yang mengajukan ide yang serupa pada tahun yang sama dengan James). Menurut teori ini, persepsi atas stimulus menyebabkan kesadaran otonomis (autonomic arousal) dan gerakan badani lain yang mengarah pada pengalaman atas suatu emosi yang spesifik (lihat Gambar 12.3). Teori James-Lange dianggap sebagai teori periferalis karena memberikan peran yang besar dalam rantai emosional kepada reaksi-reaksi di dalam otak (visceral reactions), yaitu tindakan-tindakan sistem syaraf otonomis yang merupakan periferal bagi sistem syaraf pusat.

TEORI PROSES NEURAL CANNON-BARD

Psikolog Walter Cannon (1927, 1929) menolak teori periferalis dan memilih untuk memberikan fokus sentralis pada kerja sistem syaraf pusat. Cannon (dan pengkritik yang lain) mengajukan sejumlah keberatan pada teori James-Lange (Leventhal, 1980). Mereka mencatat, misalnya, bahwa aktivitas dalam otak tidak relevan dengan pengalaman emosional—hewan-hewan percobaan tetap merespon secara emosional bahkan setelah sebagian otak mereka dibedah dan dipindahkan dari sistem syaraf pusat. Mereka juga berpendapat bahwa respon-respon ANS terlalu lamban untuk menjadi sumber bagi emosi-emosi yang muncul dengan cepat. Menurut Cannon, emosi tercipta bila otak menyatukan masukan stimulasi dengan keluaran respon. Sinyal-sinyal dari thalamus diarahkan pada salah satu suatu area cortex untuk memproduksi perasaan emosional dan area cortex yang lain untuk memproduksi ekspresivitas emosional.

Fisiolog yang lain, Philip bard, juga menyimpulkan bahwa reaksi-reaksi visceral ini terutama bukanlah pada urutan emosi. Justru, suatu stimulus yang membangkitkan emosi memiliki dua efek yang berkelanjutan, yang menyebabkan baik pembangkitan melalui sistem syaraf simpatetik maupun pengalaman subyektif atas emosi melalui cortex. Pandangan kedua fisiolog ini digabungkan dalam Teori Emosi Cannon-Bard. Teori ini menyatakan bahwa suatu stimulus emosi memproduksi dua reaksi yang bersamaan, yaitu pembangkitan (arousal) dan pengalaman emosi, yang tidak saling menyebabkan satu sama lain (lihat gambar 12.3). Bila ada sesuatu yang membuat Anda marah, detak jantung Anda meningkat pada saat yang sama saat Anda berpikir "Aku diremehkan!"--namun tubuh maupun pikiran Anda tidak saling mendikte respon masing-masing.

Teori Cannon-Bard meramalkan bahwa respon-respon badani dan psikologis tidak saling tergantung. Berikutnya kita akan melihat bahwa teori emosi kontemporer menolak klaim bahwa respon-respon tersebut tidak saling tergantung.

TEORI EMOSI PENILAIAN KOGNITIF

Karena simtom-simtom pembangkitan dan keadaan internal mirip bagi emosi-emosi yang berbeda, maka ini membuat bingung saat dialami dalam situasi yang ambigu. Menurut Stanley Schachter (1971b), pengalama emosi adalah akibat bersama (joint effect) dari pembangkitan fisiologis dan penilaian kognitif (cognitive appraisal), di mana masing-masing dibutuhkan agar suatu emosi dapat tercipta. Semua pembangkitan dianggap umum dan tak dapat dibedakan, dan pembangkitan adalam langkah pertama dalam tahapan emosi. Anda menilai pembangkitan fisiologis Anda untuk menemukan apa yang tengah Anda rasakan, label emosional apa yang paling sesuai, dan apa makna reaksi Anda dalam latar tertentu di mana Anda mengalaminya. Richard Lazzarus (1991, 1995; Lazarus & Lazarus, 1994), pendukung terkemuka yang lain dari pandangan penilaian kognitif ini, menyatakan bahwa "pengalaman emosional tidak dapat dipahami semata-mata berdasarkan apa yang terjadi dalam tubuh atau dalam otak, namun muncul sebagai akibat dari transaksi terus menerus dengan lingkungan yang dievaluasi" (Lazarus, 1984a, hal. 124). lazarus juga menekankan bahwa penilaian seringkali terjadi tanpa pemikiran yang sadar. Saat Anda memiliki pengalaman masa lalu yang menghubungkan emosi dengan situasi--inilah kekacauan yang pernah saya alami!--Anda tidak perlu secara eksplisit mencari lingkungan untuk menginterpretasi pembangkitan Anda. Posisi ini dikenal sebagai teori emosi penilaian kognitif (lihat Gambar 12.3).

KLASIK

MENGUJI IDE

Misinterpretasi (Kesalahpahaman) atas Pembangkitan dan Emosi

Seorang peneliti wanita mewawancari para peserta laki-laki yang baru saja menyeberani salah satu dari dua jembatan di Vancouver, Kanada. Salah satu jembatan adalah jembatan yang aman dan kokoh; sedangkan jembatan yang satunya lagi rapuh dan tidak aman. Peneliti berpura-pura tertarik pada akibat dari pemandangan tersebut atas kreativitas dan meminta para peserta untuk menulis cerita singkat tentang gambar ambigu yang mengandung gambar seorang wanita. Ia juga mengundang mereka untuk menemuinya bila mereka ingin tahu lebih banyak tentang riset tersebut. Peserta laki-laki yang baru saja melewati jembatan yang berbahaya menuliskan cerita yang mengandung lebih banyak pencitraan seksual, dan menemui peneliti wanita empat kali lebih banyak ketimbang para peserta yang melewati jembatan yang aman. Untuk menunjukkan bahwa pembangkitan adalah variabel independen yang memengaruhi kesalahpahaman emosional, tim riset juga mengatur agar kelompok pria yang lain diwawancari 10 menit atau lebih setelah melintasi jembatan yang berbahaya, sehingga cukup waktu agar simtom-simtom pembangkitan fisik mereka berkurang. Para pria yang tidak mengalami pembangkitan ini tidak menunjukkan tanda-tanda respon seksual yang ditunjukkan oleh para pria yang mengalami pembangkitan (Dutton & Aron, 1974).

Dalam sitausi ini, peserta laki-laki melakukan penilauan emosional ("Saya tertarik dengan wanita ini") berdasarkan pada misattribution (salah penamaan) atas sumber pembangkitan (si wanita dan bukannya bahaya di jembatan). Dalam eksperimen yang serupa, para siswa yang melakukan latihan aerobik selama dua menit melaporkan munculnya emosi-emosi ekstrem yang lebih kecil dua menit setelah latihan--saat mereka dapat mengaitkan pembangkitan mereka dengan latihan ketimbang dengan keadaan emosional--bila dibandingkan dengan emoi yang mereka laporkan setelah penundaan yang singkat, yang membuat latihan tersebut kurang relevan bagi pembangkitan yang terus dirasakan (Sinclair dkk, 1994).

GAMBAR KERUMUNAN YANG BERSORAK

Emosi apa yang tampaknya lebih mungkin akan Anda rasakan bila orang-orang di sekeliling Anda mengelu-elukan tim favorit Anda?

Beberapa aspek spesifik dari teori penilaian kognitif telah mendapat tantangan. Misalnya, Anda mempelajari lebih dulu bahwa keadaan-keadaan pembangkitan--aktivitas dari sistem syaraf otonomis--menyertai emosi-emosi berbeda yang tidak identik (Levenson dkk, 1992). Maka, interpretasi atas beberapa pengalaman emosional mungkin tidak melibatkan penilaian. Lebih lanjut, mengalami pembangkitan yang kuat tanpa sebab yang jelas tidak akan mengarah pada keadaan yang netral dan tunggal, seperti yang diasumsikan oleh teori tersebut. Beherntilah sejenak dan bayangkan bahwa, saat ini, jantung Anda tiba-tiba berdetak dengan snagat cepat, nafas Anda menjadi cepat dan pendek, otot-otot dada Anda mengencang, dan telapak tangan Anda basah kuyup oleh keringat. Interpretasi apa yang akan Anda lekatkan pada simtom ini? Apakah Anda akan terkejut bahwa secara umum oran biasanya menafsirkan pembangkitan fisik yang tak-terjelaskan sebagai negatif, suatu tanda bahwa ada yang salah? Selain itu, pencarian orang akan suatu penjelasan cenderung membias ke arah menemukan stimuli yang akan menjelaskan atau menjustifikasi (memberikan pembenaran) interpretasi negatif ini (Marshall & Zimbardo, 1979; Maslach, 1979).

Kritik lain atas teori emosi penilaian kognitif datang dari peneliti Robert Zajonc (diucapkan Zy-Onts). Zajonc menggambarkan kondisi-kondisi di mana orang memiliki preferensi--respon emosional terhadap stimuli--tanpa tahu mengapa demikian (Zajonc, 2000, 2001). Dalam sebuah rangkaian eksperimen yang ekstensif tentang efek penekanan belaka (mere exposure effect), pra peserta ditunjukkan dengan beragam stimuli, seperti kata-kata dari bahasa asing, huruf-huruf Cina, serangkaian angka, dan wajah-wajah yang aneh. Stimuli-stimuli ini diperlihatkan secara ingkat kepada para peserta sehingga mereka tidak mungkin mengenali item-item tersebut secara sadar. Kemudian, para peserta ditanyai seberapa besarkah rasa suka mereka kepada stimuli tertentu, yang sebagian pernah ditunjukkan (maksudnya, stimuli yang pernah ditunjukkan pada alam bawah sadar) sementara sebagian yang lain merupakan stimuli baru. Para peserta cenderung memberikan rata-rata yang tinggi kepada item-item yang pernah ditunjukkan. Karena para peserta mengalami emosi-emosi positif ini tanpa menyadari asal mulanya, maka respon emosional ini tidak mungkin dihasilkan dari penilaian.

Mungkin akan lebih aman bila kita menyimpulkan, penilaian kognitif adalah suatu proses pengalaman emosional yang penting, tetapi bukan satu-satunya (Izard, 1993). Pada beberapa situasi, Anda akan memperhatikan lingkungan (paling tidak secara tidak sadar) untuk mencoba menginterpretasi mengapa Anda merasakan suatu emosi tertentu. Namun, pada situasi yang lain, pengalaman emosional Anda mungkin berada di bawah kendali jejaring bawaan yang dihasilkan oleh evolusi. Respon fisiologis tidak akan membutuhkan interpretasi apapun. Rute-rute yang berbeda kepada pengalaman emosional ini menunjukkan bahwa emosi-emosi melayani berbagai fungsi. Sekarang kita beralih pada fungsi-fungsi tersebut.

  • FUNGSI-FUNGSI EMOSI

Mengapa Anda mempunyai emosi? Fungsi-fungsi apa yang diberikan oleh emosi kepada Anda? Untuk merenungkan pertanyaan ini, mungkin akan membantu bila Anda merenungkan lagi hari Anda dan membayangkan betapa berbedanya bila Anda tidak mengalami atau memahami emosi. Mari kita periksa beberapa peran yang dimainkan oleh emosi dalam kehidupan Anda sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh para peneliti.

MOTIVASI DAN ATENSI

Saat Anda pertama kali mengenakan kaos baru Anda, bagian bahunya terasa sempit. Mengapa Anda tampaknya ingin sekali kembali ke toko dan meminta uang kembali? Dari Bab 11, Anda akan menyadari bahwa pertanyaan ini adalah tentang motivasi. Bila Anda ingin menjawab, "Karena saya marah" atau "Karena saya telah dikecewakan", Anda akan melihat bahwa emosi sering memberikan jalan bagi terciptanya tindakan. Emosi-emosi melayani suatu fungsi emosional dengan membangkitkan (arousing) Anda untuk mengambil tindakan menurut beberapa peristiwa yang dialami atau dibayangkan. Emosi kemudian mengarahkan dan melanjutkan (sustain) perilaku Anda ke arah tujuan-tujuan yang spesifik. Demi orang yang Anda cintai, Anda mungkin akan melakukan apapun yang Anda bisa untuk menarik perhatian, berdekatan, atau melindunginya. Demi cinta akan prinsip atau negara, Anda mungkin bersedia mengorbankan hidup Anda.

Mari kita pertimbangkan situasi-situasi spesifik di mana respon-respon emosional memiliki imbas pada bagaiamana Anda memfokuskan perhatian Anda. Ingatlah dari Bab 4 bahwa, pada waktu tertentu, Anda hanya dapat memperhatikan sebagian kecil saja dari suatu obyek dan peristiwa pada lingkungan tertentu. Riset menunjukkan bahwa amygdalam kiri Anda memainkan peran yang penting dalam mempertinggi kesadaran Anda terhadap obyek-obyek yang memiliki signifikansi emosional.

Menguji Ide

Amygdala dan Persepsi atas Peristiwa-peristiwa Emosional

Pada situasi yang biasa, persepsi Anda akan dunia diatur oleh suatu fenomena yang disebut sebagai the attentional-blink effect. Ini berarti bahwa saat perhatian Anda telah terfokus pada satu stimulus, Anda akan menjadi kurang sadar pada stimulus lain yang datang beberapa saat setelahnya. Pertimbangkan suatu eksperimen di mana para pesrta ditunjukkan kata-kata yang melintas dengan cepat pada layar komputer--setiap kata melintas dalam waktu kurang lebih sepersepuluh detik dan kata berikutnya muncul dalam waktu juga sepersepuluh (Anderson & Phelps, 2001). Para peserta diminta untuk melaporkan dua kata yang tersaji dalam warna hijau di antara kelompok kata yang lebih besar yang berwarna hitam. Karena the attentional-blink effect, maka para peserta kesulitan dalam menentukan kata berwarna hijau yang kedua, Mereka mampu menyebutkan kata dengan tepat sebesar 61,5 persen. Namun, saat kata kedua membangkitkan emosi yang negatif (seperti perkosaan atau anak haram), angka itu meningkat hingga 79,8 persen. Ini adalah bukti kuat bahwa situmuli emosional menghasilkan perhatian yang lebih besar. Bagaimana kita tahu bahwa amygdala memainkan pean yang besar dalam proses ini? Para peneliti mengulangi eksperimen ini dengan para pasien yang amygdala kiri atau kanannya telah dipindahkan untuk membantu mengendalikan epilepsi. Para pasien yang amygdalam kirinya telah dipindahkan tidak menunjukkan perbedaan antara kata-kata yang emosional dengan kata-kata yang netral.

Riset ini menunjukkan bahwa otak Anda tidak mengizinkan peristiwa-peristiwa yang mengandung makna emosional penting untuk lolos dari perhatian Anda. Bahwa amygdala kirilah yang berperan di sini, adalah bukti lain bagi asumsi peneliti, yang ingin memberikan penjelasan tentang bagaimana emosi dialami di dalam otak.

Gambar dari orang bertengkar

Apakah emosi yang kuat, seperti kemarahan, mendorong Anda untuk melakukan perilaku yang irasional atau destruktif?

FUNGSI SOSIAL EMOSI

Pada tingkat sosial, emosi melayani fungsi yang beragam dalam mengatur interaksi sosial. Sebagai perekat sosial yang positif, emosi mengikat Anda pada beberapa orang; sebagai pemisah sosial yang negatif, emosi menciptakan jarak antara Anda dengan orang lain. Anda melangkah mundur bila seseorang sedang marah, dan Anda mendekat bila ada orang yang memberikan sinyal penerimaan dengan seulas senyuman, bola mata yang terangkat, dan pandangan yang seakan mengatakan "kemarilah". Anda mungkin akan menekan emosi-emosi yang negatif demi menghargai status atau kekuasaan orang lain. Pertimbangkanlah D.R, seorang wanita yang telah kehilangan fungsi amygdalanya--dan dengan demikian ia kehilangan kemampuannya untuk mempersepsi kemarahan dan ketakutan (Scott dkk, 1997). Bayangkan apa yang terjadi bila Anda tidak mampu mengerti saat orang lain mencoba mengomunikasikan emosi yang negatif. Misalnya, apakah Anda menjadi tidak dapat mengetahui dari orang lain bahwa suatu situasi sedang gawat? Atau bahwa tindakan Anda telah membangkitkan respon berupa kemarahan? Saat D.R kehilangan fungsi pada amygdalanya, ia juag kehilangan kemampuannya untuk versungsi secara utuh dalam dunia sosialnya.

emosi yang Anda alami memiliki imbas yang kuat pada bagaimana Anda berfungsi dalam latar sosial. Pertimbangkan konsekuensi dari mood (suasana hati) positif atau negatif orang pada cara bagaimana mereka mengemukakan suatu permintaan.

Menguji Ide

Efek-efek Mood dalam Penggunaan Bahasa

Para peserta dalam sebuah eksperimen menonton film-film pendek yang membuat mereka berada dalam suasana hati yang gembira, netral atau seedih. Saat suasana hati telah terbentuk peneliti meminta para pesrta untuk melakukan sesuatu: apakah si peserta bersedia mengambilkan file stimulus dari asisten peneliti diruangan sebelah? Kata-kata yang digunakan oleh para peserta direkam. Pembuat rata-rata (yang tidak mengetahui suasana hati para peserta) memberikan rata-rata kesopanan pada setiap permintaan peserta kepada asisten peneliti. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12.4, suasana hati mempunyai imbas yang besar pada kesopanan: Orang yang sedih adalah orang yang paling sopan. Orang yang sedang bersedih terlihat berhati-hati dalam mengajukan permintaan yang langsung--yang punya potensi tidak sopan--kepada orang lain (Forgas, 1999).

Renungkan hidup Anda sendiri: Apakah Anda lebih banyak mengambil-risiko pada situasi sosial di mana suasana hati Anda sedang gembira? Apakah Anda berhati-hati saat suasana hati Anda sedangs sedih?

Gambar 12.4

Efek Suasana Hati pada Kadar Kesopanan Permintaan

Para peserta dengan suasana hati gembira, netral dan sedih mengajukan suatu permintaan kepada orang yang belum dikenal. pembuat rata-rata menilai kadar kesopanan setiap permintaan dengan skala mulai dari 1 (tidak sopan0 sampai 7 (sopan). Peserta dengan suasana hati sedih menghasilkan permintaan yang lebih sopan (misalnya, "Maukah Anda mengambilkan file stimulus?" versus "Saya menginginkan file stimulus itu".

Riset juga menunjukkan imbas emosi dalam merangsang perilaku yang prososial (Hoffman, 1986; Isen, 1984; Schroeder dkk, 1995). Saat orang dibuat agar merasa gembira, mereka akan lebih banyak melakukan tindakan berupa bantuan (Carlson dkk, 1988). Saat para peserta dibuat merasa bersalah tentang suatu perilaku, mereka lebih cenderung merelakan diri untuk memberikan bantuan pada situasi yang akan datang, mungkin untuk mengurangi rasa bersalah mereka (Carlsmith & Gross, 1969). Demikian juga, cara orang merasa tergantung pada seberapa kadar prososial mereka. Misalnya, saat orang mengingat lagi saat-saat mereka menolak membantu orang lain, suasana hati mereka menjadi negatif (Williamson dkk, 1996). Ini terutama terjadi saat orang yang telah mereka tolak memberi bantuan adalah teman, anggota keluarga atau partner-romantis. Cara Anda merasa sangat dipengaruhi oleh seberapa banyak Anda mampu menjalankan kewajiban sosial Anda.

EFEK EMOSIONAL PADA FUNGSI KOGNITIF

Emosi melayani fungsi kognitif dengan mempengaruhi apa yang Anda perhatikan, cara Anda mempersepsi diri Anda sendiri dan orang lain, dan cara Anda menginterpretasi dan mengingat beragam fitur dari situasi-situasi kehidupan. Para peneliti telah mendemonstrasikan bahwa keadaan-keadaan emosional dapat mempengaruhi pembelajaran, memori, penilaian sosial, dan kreativitas (Bradley, 1994; Forgas, 1995, 2000). Respon-respon emosional Anda memainkan suatu peran penting dalam mengorganiasi dan mengkategorikan pengalaman-pengalaman hidup Anda.

Riset tentang peran emosi dalam pemrosesan informasi dipelopori oleh Gordon Bower (1981, 1991) dan para mahasiswanya.Bower mengajukan pernyataan bahwa, saat seseorang mengalami suatu emosi tertentu dalam suatu situasi yang tertentu pula, emosi tersebut disimpan dalam memori bersama dengan peristiwa-peristiwa yang tengah berlangsung, sebagai bagian dari konteks yang sama. Pola representasi emosi ini membangkitkan proses yang sesuai-dengan-mood dan memori yang-tergantung-pada-mood. Proses yang sesuai-dengan-mood terjadi saat orang secara selektif menjadi lebih peka kepada proses dan pengambilan informasi yang bersesuaian dengan keadaan mood mereka saat itu. Bahan yang bersesuaian dengan mood seseorang akan lebih mudah disadari, diperhatikan, dan diproses dengan lebih mendalam dan dengan asosiasi-asosiasi yang lebih elaboratif (Gilligan & Bower, 1984). Memori yang-tergantung-pada-mood merujuk pada situasi di mana orang mendapati bahwa lebih mudah mengingat lagi informasi saat mood mereka pada saat pengingatan itu bersesuaian dengan mood mereka saat pertama kali memasukkan informasi ke dalam memori (Eich, 1995; Eich & Macaulay, 2000). Berikut ini adalah sebuah contoh kesesuaian emosi yang mungkin akan Anda sadari: Orang-orang yang sedang berada dalam mood yang menyenangkan cenderung mengingat lebih banyak peristiwa-peristiwa positif dari kehidupan mereka ketimbang orang-orang yang moodnya sedang tidak menyenangkan (Eich dkk, 1994).

TABEL 12.1

Problem Penalaran Moral

1. Sebuah troli yang kehilangan kendali meluncur di atas suatu jalur ke arah lima orang pekerja yang akan terbunuh bila troli itu terus meluncur ke sana. Anda sedang berada di atas jembatan kecil di atas jalur itu, di antara troli yang sedang mendekat dan kelima orang pekerj atersebut. Di sebelah Anda di atas jembatan kecil itu ada sesorang yang tak Anda kenal yang kebetulan sangat gemuk.

Satu-satunya cara untuk menyelamatkan kelima pekerja itu adalah dengan mendorong orang yang tak Anda kenal itu dari jembatan kecil dan menjatuhkannya ke jalur di bawah Anda, di mana tubuhnya yang gemuk akan menghentikan troli. Orang itu akan mati bila Anda melakukan hal ini, namun kelima orang pekerja itu akan selamat.

Apakah layak bila Anda mendorong orang asing itu untuk menyelamatkan kelima orang pekerja tersebut?

2. Anda sedang memegang setir pada sebuah troli yang meluncur dengan cepat mendekati sebuah pertigaan. Pada jalur yang ke kiri terdapat lima orang pekerja kereta api. Pada jalur yang ke kanan terdapat seorang pekerja kereta api.

Bila Anda tak melakukan apa-apa, troli akan menikung ke kiri dan menyebabkan kelima pekerja itu mati. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan kelima pekerja itu adalah dengan membelokkan setir Anda ke kanan dan menyebabkan kematian satu orang pekerja di jalur yang ke kanan.

Apakah layak bila Anda berbelok ke kanan untuk menyelamatkan kelima pekerja tersebut?

Para peneliti juga tertarik dalam memahami sitausi-situasi di mana emosi mempunyai imbas pada penilaian dan penalaran (Adoplhs & damasio, 2001). Pertimbangkanlah dua masalah problem penalaran di dalam Tabel 12.1. Bagaimana Anda menjawab pertanyaan pada akhir setiap problem? Bila Anda menganalisis situasinya dengan hati-hati--berusaha keras untuk memperhatikan hanya pada akibat jawaban Anda--Anda akan melihat bahwa pada setiap kasus ada seseorang yang akan mati agar ada lima orang yang tetap hidup. namun, sebagian orang merespon skenario tersebut dengan cara berbeda: mereka percara bahwa adalah layak untuk berbelok ke kanan, namun mereka tidak sepakat bila mereka harus mendorong si orang yang tak dikenal. Satu hipotesis bagi perbedaan ini adalah bahwa problem tipe yang pertama melibatkan proses emosional. Sulit untuk tidak emosional terhadap ide untuk benar-benar mendorong si orang tak dikenal itu. Bukti yang mendukung hipotesis ini datang langsung dari otak. Pada suatu studi, par apeneliti meminta para peserta untuk mempertimbangkan problem-problem penalaran moral sambil melakukan pemindaian fMRI (Greene dkk, 2001). Seperti pada contoh 1, sebagian problem bersifat personal--mereka meminta para peserta untuk mempertimbangkan tindakan-tindakan yang melibatkan keterlibatan personal secara langsung. Problem-problem yang sebaliknya, seperti pada contoh 2, relatif bersifat impersonal. Kedua tip problem itu menghasilkan respon-respon yang cukup berbeda di dalam otak. Secara khusus, pemindaian fMRI atas problem personal memperlihatkan aktivitas yang lebih banyak dalam area-area otak yang berkaitan dengan pemrosesan emosional. Studi ini memberikan bukti kuat bahwa isi dari problem yang Anda hadapi dalam hidup menentukan cara bagaimana kognisi dan emosi berinteraksi untuk menghasilkan solusi.

Satu catatan akhir untuk hubungan antara mood dengan kognisi: para peneliti telah secara konsisten menunjukkan bahwa perhatian positif--mood yang menyenangkan--menghasilkan pemikiran dan pemecahan masalah yang lebih efisien dan kreatif (isen dkk, 1987). Pertimbangkanlah satu studi di mana petugas medis diminta untuk memecahkan problem-problem yang membutuhkan suatu tingkat kreativitas tertentu. Mereka yang telah dikondisikan untuk merasakan mood yang menyenangkan (peneliti memberikan permen kepada para dokter terebut) menjalani tes kreativitas dengan lebih baik ketimbang para dokter dalam kelompok kontrol (yang tidak memperoleh permen) (Estrada dkk, 1994). Anda dapat melihat penerapan temuan ini: Anda akan mengerjakan tugas sekolah Anda dengan lebih efektif dan kreatif saat Anda merasakan mood yang menyenangkan. Anda mungkin berpikir, "Bagaimana saya bisa tetap gembira dengan banyaknya tugas yang harus saya kerjakan?" Saat kita berlaih pada topik tentang stres, dan bagaimana menanganinya, Anda akan mempelajari cara-cara untuk melakukan kontrol kognitif pada cara Anda "merasa".

Menguji Anda

-Apakah gagasana tentang emosi yang dimunculkan pertama kali oleh Cahrles Darwin?

-Bukti apa yang menunjukkan bahwa beberapa elemen dari respon-respon emosional adalah bawaan sementara elemen-elemen yang lain bukan bahwaan?

-Peran apakah yang dimainkan oleh sistem syaraf otonomis dan pusat dalam pengalaman emosi?

-Bagaimana teori-teori emosi mencoba menerangkan hubungan antara fisiologi dan perasaan?

-Bagaimana emosi menjalankan fungsi motivasional?

-Peran apa yang dimainkan oleh emosi dalam lingkungan sosial?

-Apakah pengaruh emosi terhadap fungsi kognitif?

PSIKOLOGI DALAM HIDUP ANDA

MENGAPA SEBAGIAN ORANG LEBIH BAHAGIA KETIMBANG ORANG LAIN?

Lori Ziccardi

University of Delaware

Anda mungkin mengira pertanyaan ini memiliki jawaban yang mudah: Bukankah sebagian orang lebih bahagia ketimbang orang lain karena memang mereka memiliki yang lebih baik? Ini mungkin sebagian benar, tetapi Anda akan terkejut saat mengetahui bahwa genetika memiliki imbas yang besar pada seberapa bahagia orang saat mereka menjalani hidup.

Pertimbangkanlah studi yang menggunakan metodologi klasik genetika perilaku: Peneliti meemeriksa bagaimana kembar monozygotik (MZ) (yang identik secara genetis) dengan kembar dizygotik (DZ) (yang, seperti saudara sedarah yang lain, hanya memiliki setengah dari gen) menunjukkan laporan yang sama tentang ketentraman mereka (Lykken & Tellegen, 1996). Tingkat kebahagiaan par akembar itu diukur dengan kuesioner yang meminta mereka untuk merespon pada pernyataan seperti "Dengan memperhitungkan yang baik dan yang buruk, seberapa bahagia dan tentram Anda saat ini, dibandingkan dengan orang lain?" Peneliti memeriksa dua rangkaian respon dari kembar-kembar MZ dan DZ, yang didapat saat mereka berusia sekitar 20 dan 30 tahun. Seperti yang ditunjukkan pada gambar, mereka menampilkan analisis "lintas-kembar, lintas-waktu": Mereka menghitung bahwa kebahagiaan kembar 30 tahun berkorelasi dengan kebahagiaan saudaranya pada usia 20 tahun. Peneliti menemukan bahwa tak ada hubungan yang jelas pada kembar DZ. Namun, bagi kembar MZ, 80 persen dari hubungan itu dapat diterangkan dengan analisis lintas-kembar ini.

Riset ini menunjukkan bahwa pola kembar MZ ini dapat diterangkan dengan baik bahwa bila kebahagiaan mendasar--rata-rata jumlah kebahagiaan yang akan dialami setiap orang selama masa hidupnya--memiliki komponen genetik yang kuat. Tentu saja, ini tidak berarti bahwa ada gen (atau gen-gen) yang khusus untuk kebahagiaan. Ingatlah dari Bab 2 bahwa 'korleasi bukan kausasi". dapat saja terjadi bahwa beberapa aspek lain dari perilaku atau pengalaman individual memediasi pengaruh genetis atas kebahagiaan ini. Misalnya, mungkin aja ada gen-gen yang secara terpisah mempengaruhi pengalaman orang akan emosi yang negatif dan positif--dengan imbas bersama pada ketentraman (hamer, 1996).

Apakah Anda terkejut dengan klaim bahwa genetika mempengaruhi kebahagiaan? Seperti yang telah kita catat, Anda mungkin berpikir bahwa kebahagiaan Anda sangat dipengaruhi oleh lingkungan: Apakah Anda terlibat dalam suatu hubungan romantis? Sebeapa berat kuliah Anda? Apa sajakah rintangan dalam hidup Anda? Peneliti menduga bahwa peristiwa lingkungan semacam ini menyebabkan variasi pada rata-rata kebahagiaan yang "disetel' pada masa kelahiran. Sebagai analogi, pikirkan cara thermostat di rumah Anda bekerja. Anggap saja Anda menyetelnya pada 68 deajat F--peristiwa lingkungan akan menyebabkan variasi pada temparatur ini, tetapi rata-rata temperatur tetap 68 derajat F. Riset tentang kebahagiaan menunjukkan bahwa setiap orang memiliki tingkat kebahagiaan--analog dengan, misalnya, 48 derajat F, atau 88 derajat F--yang tetap menjadi rata-rata kita di hadapan naik turunnya kehidupan. Tentu saja, sebagaimana thermostat juga dapat befungsi lebih buruk pada situasi yang ekstrem, beberapa peristiwa dalam hidup (misalnya, pernikahan dan kematian sauddara) akan menyebabkan orang mengalami tingkat kebahagiaan yang berbeda daru poin yang telah ditetapkan (Lucas dkk, 2003).

Selain lingkungan individual Anda, pengalaman kebahagiaan Anda juga dapat dipengaruhi oleh konteks di mana kita sekarang berfungsi sebagai spesies. David Buss (2000) menunjukkan bahwa beberapa batasan yang diberikan pada kebahagiaan manusia disebabkan oleh "kesenjangan antara lingkungan modern dan primitif" (h. 15). Misalnya, walaupun manusia muncul dalam kelompok kecil, kini orang hidup dalam lingkungan urban di mana mereka sebagian besar dilingkungi oleh orang-orang yang tak dikenal dalam jumlah besar. Kita tak lagi dapat memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok yang berbagi ruang dengan kita--tipe ikatan yang dapat membantu kita menerka krisis agar dapat hidup bahagia. Apa yang bsia dilakukan? Walaupun Anda tidak dapat membalik arah evolussi kultural yang telah menyebabkan perubahan ini, Anda dapat mencoba untuk melawan perubahan ini dengan meningkatkan kedekatan Anda kepada keluarga dan teman-teman (Buss, 2000).

Stress dalam Kehidupan

Anggaplah kami meminta Anda untuk mengingat-ingat bagaimana Anda "merasa" selama sepanjang hari. Anda mungkin melaporkan bahwa selama periode-periode yang singkat, Anda merasakan kegembiraan, kesedihan, kemarahan, keterkejutan dan lain-lain. Namun, ada satu perasaan yang seringkali dilaporkan orang sebagai semacam noise (keriuhan) pada latar belakang bagi sebagian besar pengalaman keseharian mereka, dan itu adalah stres (SApolsky, 1994). Kehidupan masyrarakat industrialisasi modern bergerak dengan sangat cepat. Orang seringkali memiliki terlalu banyak tuntutan yang diberikan pada waktu mereka, cemas akan masa depan yang tak pasti, dan hanya punya sedikit waktu untuk keluarga dan bersenang-senang. Namun, apakah Anda akan lebih baik bila tanpa stres? Hidup yang bebas dari stres tidak menawarkan tantangan--tak ada kesulitan yang harus diatasi, tak ada lapangan-lapangan baru untuk ditaklukkan, dan tak ada alasan-alasan untuk mempertajam kecerdasan Anda atau kemampuan Anda. Setiap organisme menghadapi tantangan personal. Organisme itu harus memecahkan problem-problem untuk bertahan hidup dan berjuang.

Stres adalah pola respon-respon yang dibuat oleh suatu organisme untiuk menstimulasi peristiwa-peristiwa yang mengganggu keseimbangan dan melampaui kemampuannya untuk menanggung peristiwa-peristiwa tersebut. Peristiwa-peristiwa stimulus mencakup beragam kondisi-kondisi internal dan eksternal yang secara kolektif disebut stresor. Stresor adalah adalah peristiwa stimulus yang menempatkan suatu tuntutan pada organisme untuk melakukan suatu respon adaptif: seorang pengendara sepeda menikung di depan mobil Anda, profesor Anda memajukan tanggal pengumpulan makalah Anda, Anda diminta menjadi ketua kelas. Respon seorang individu kepada kebutuhan untuk berubah tersusun dari serangkaian kombinasi dari reaksi-reaksi yang berlangsung pada ebberapa tingkat, termasuk tingkat fisiologis, perilaku, emosional, dan kognitif. Respon apa yang mungkin Anda buat kepada stresor yang baru saja kita daftar?

Gambar 12.5 dalah diagram yang menggambarkan elemen-elemen dari proses stres. Tujuan kita dalam seksi ini adalah memberikan Anda pemahaman yang jernih tentang semua fitur yang disajikan dalam gambar ini. Kita akan memulai dengan mempertimbangkan respon-respon fisiologis umum terhadap stresor. Kemudian kita akan menggambarkan efek-efek khusus dari kategori-kategori stresor yang berbeda-beda. Akhirnya, kita mengeksplorasi metode-metode yang berbeda yang dapat Anda gunakan untuk berurusan dengan stres dalam kehidupan Anda.

* REAKSI-REAKSI STRES FISIOLOGIS

Bagaimana Anda akan merespon bila Anda tiba di suatu kelas dan mendapati bahwa Anda akan ada pop quiz? Anda mungkin akan setuju bahwa ini akan menyebabkan stres pada Anda, namun apa artinya hal itu bagi reaksi tubuh Anda? Sebagian besar dari respon-respon fisiologis yang kita gambarkan bagi situasi-situasi emosional juga sangat relevan dengan contoh-contoh stres dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan pembangkitan semacam itu, dengan pola-pola onset dan offet yang jelas, adalah contoh-contoh bagi stres akut (acute stress). Sedangkan stres kronis (chronic stress), adalah keadaan dengan pembangkitan yang berlangsung lama, berlangsung terus menerus, di mana tuntutan jauh lebih besar ketimbang sumber daya internal dan eksternal yang ada untuk berurusan dengan tuntutan tersebut. Sebuah contoh stres kronis mungkin akan berupa frustrasi berkelanjutan dengan ketidakmampuan Anda untuk memberikan waktu untuk melakukan semua pekerjaan yang ingin Anda lakukan. mari kita lihat bagaimana tubuh Anda merespon terhadap tipe-tipe stres yang berbeda-beda ini.

Dari gambar kerja dan lalu lintas

Baik di tempat kerja maupun dalam permainan, setiap individu dalam masyarakat kontemporer cenderung menjumpai lingkungan yang penuh stres. Situasi apa dalam hidup Anda yang bagi Anda sangat penuh dengan stres?

GAMBAR 12.5

Model Stres

Penilaian kognitif atas situasi stres berinteraksi dengan stresor dan sumber-sumber daya fisik, sosial, dan personal yang ada untuk berurusan dengan stresor. Individu merespon kepada ancaman pada beragam tingkat: fisiologis, perilaku, emosional, dan kognitif. Beberapa reespon bersifat adaptif, dan yang lainnya maladaptif atau bahkan lethal (mematikan).

REAKSI-REAKSI DARURAT TERHADAP ANCAMAN AKUT

Pada 1920-an, Walter Cannon mengajukan deksripsi saintifik pertama tentang cara binatang dan manusia merespon pada bahaya. Ia mendapati bahwa serangkaian aktivitas dipicu dalam syaraf dan kelenjar untuk mempersiapkan tubuh baik untuk membela diri dan bertarung maupun melarikan diri mencari keselamatan. Cannon menyebut respon ganda ini sebagai respon bertarung-atau-melarikan-diri (fight-or-flight responses). Pusat respon stres ini adalah hypothalamus, yang terlibat dalam pelbagai respon emosional. Hypothalamus sering dirujuk sebagai pusat stres karena fungsi kembarnya dalam sutuasi darurat: (1) ia mengontrol sistem syaraf otonomik (ANS) dan (2) ia mengaktivasik kelenjar pituitary.

ANS mengatur aktivitas-aktivitas dari organ-organ tubuh. Pada kondisi-kondisi stres, bernafas menjadi lebihc epat dan dalam, detak jantung meningkat, pembuluh darah menyempit, dan tekanan darah naik. Selain perubahan-perubahan internal ini, otot-otot membuka jalur pada tenggorokan dan hidung untuk memasukkan lebih banyak udara ke dalam paru-paru sekaligsu memproduksi ekspresi wajah dengan emosi yang kaut. Pesan-pesan mengalir ke otot-otot yang halus untuk menghentikan fungsi-fungsi badani tertentu, seperti pencernaan, yang tidak relevan untuk memperispakn tubuh terhadap situasi darurat yang tengah terjadi.

Fungsi lain dari sistem syaraf otonomis selama stres adalah untuk mengalirkan adrenalin. Ia memberi sinyal kepada bagian internal dari kelenjar-kelenjar adrenal, medulla adrenal, untuk melepaskan dua hormon, epinephrine dan norepinephrine, yang kemudian akan memberikan sinyal kepada sejumlah organ yang lain untuk melaksanakan fungsi-fungsi khususnya masing-masing. Limpa melepaskan lebih banyak butir-butir darah merah (untuk membantu penegringan bila terjadi luka), dan sumsum tulang terstimulasi untuk membuat lebih banyak lagi butir-butir darah putih (untik melawan infeksi yang mungkin terjadi). Usus terstimulasi untuk memproduksi lebih banyak gula, untuk membangun energi tubuh.

Kelenjar pituitary merespon sinyal-sinyal dari hypothalamus dengan menghasilkan dua hormon yang vital pada reaksi stres. Thyrotrophic hormone (THT) mensitimulasi kelenjar thyroid, yang membuat lebih banyak energi bagi tubuh. Adrenocorticotropic hormone (ACTH), yang dikenal sebagai "hormon stres", menstimulasi bagian luar kelenjar adrenal, adrenal cortex, yang menghasilkan pelepasan hormon yang mengendalikan proses metabolisme dan melepaskan gula dari usus ke darah. ACTH juga memberikan sinyal kepada beragam organ untuk melepaskan sekitar 30 hormon lain, yang masing-masing memainkan sebuah peran dalam penyesuaian tubuh terhadap situasi darurat ini. Ringkasan respon stres fisiologis ini ditunjukkan pada Gambar 12.6.

Sebuah analisis oleh fisiolog Shelley Taylor dan kawan-kawan (2000) menunjukkan bahwa respon-respon fisiologis ini mungkin memiliki konsekuensi-konsekuensi yang berbeda bagi pria dan wanita. Taylor dan kawan-kawan menunjukkan bahwa wanita tidak mengalami respon bertarung-atau-melarikan-diri (fight-or-flight responses). Para peneliti ini justru berpendapat bahwa stresor menyebabkan wanita mengalami respon memperhatikan-dan-menemani (tend-and-befreiend response): pada saat stres, wanita memastikan keselamatan bayinya dengan memenuhi kebutuhan bayi itu; wanita menemani anggota-anggota lain dari kelompok sosial mereka dengan tujuan yang sama, yaitu untuk mengurani kegelisahan bayi mereka. Anda dapat melihat bahwa analisis atas perbedaan respon-respon yang tergantung pada jenis kelamin ini sesuai dengan diskusi awal kita tentang perspektif evolusioner atas perilaku manusia. Misalnya, saat kita mendiskusikan perilaku seksual manusia pada Bab 11, kita mencatat bahwa strategi perjodohan pria dan wanita berbeda, sebagian disebabkan karena peran relatif pria dan wanita--selama evolusi--dalam merawat anak. Gagasanya pada titik ini sama: Karena detail-detail evolusioner pria dan wanita yang berbeda dalam hal memelihara anak, maka respon-respon fisiologis awal terhadap stres juga memproduksi perilaku-perilaku yang cukup berbeda.

GAMBAR 12.6

Stres memproduksi beragam perubahan fisiologis pada tubuh Anda.

Sayangnya, baik respon bertarung-atau-melarikan-diri (fight-or-flight responses) maupun respon memperhatikan-dan-menemani (tend-and-befreiend response) sangat penting ddalam kehidupan masa kini. Banyak dari stresor yang dialami pria dan wanita dalam kehidupan sehari-hari menjadikan respon-respon stres fisiologis bersifat maladaptif. Misalnya, anggap saja Anda sedang menjalani ujian yang sulit dan waktunya semakin menipis. Walaupun Anda dapat menera perhatian lebih besar yang disebabkan oleh respon stres Anda, tetapi perubahan fisiologis yang lain tidak membantu Anda: Tidak ada respon bertarung-atau-melarikan-diri, dans ebagainya. respon-respon yang berkembang di dalam spesies sebagai persiapan adaptif untuk berhadapan dengan bahaya-bahay eksternal bersifat konterproduktif dalam menghadapi sebagian besar tipe stresor fisiologis kontemporer. Hal ini sebagian benar karena, seperti yang akan kita lihat, banyak orang menjalani hidup mereka di bawah kondisi stres kronis.

SINDROM ADAPTASI UMUM (THE GENERAL ADAPTATION SYNDROM--GAS) DAN STRESS KRONIS

Peneliti modern pertama yang memeriksa efek-egek stres yang merusak yang berlangsung lama pada tubuh adalah Hans Selye, seorang endokrinologis Kanada. Dimuali pada 1930-an, Selye melaporkan respon-respon kompleks binatang-binatang percobaan di laboratorium terhadap sejumlah agen perusak seperti infeksi banteri, racun, trauma, kekangan yang dipaksakan, panas, dingin, dan sebagainya. Menurut teori stres Selye, banyak jenis stresor yang bisa memicu reaksi yang sama atau respon tubuh secara umum. Semua stresor menuntut adaptasi: Sebuah organisme harus mempertahankan atau mrebut lagi integritas dan ketentramannya dengan merestorasi keseimbangan, atau homeostatis. Respon terhadap stresor dideskripsikan oleh Selye sebagai sindrom adaptasi umum (general adaptation syndrome). Sindrom ini mencakup tiga tahapan: reaksi peringatan, tahap perlawanan, dan tahap kelelahan (Selye, 1976a, 1976b). Reaksi peringatan adalah priode-periode singkat dari pembangkitan badani yang menyiapkan tubuh untuk melakukan aktivitas yang lebih rinci. Bila stresor berkepanjangan, badan memasuki tahap perlawanan--suatu keadaan pembangkitan menengah. Selama tahap perlawanan, organisme dapat menanggung dan melawan efek-efek merusak yang lebih jauh dari stresor. namun, bila stresor berlangsung lama atau intensif, sumber-sumber daya tubuh menjadi berkurang dan organisme memasuki masa kelelahan. Ketiga tahapan ini dibuatkan diagram dan diterangkan pada Gambar 12.7.

Selye mengidentifikasi beberapa bahaya yang dikaitkan dengan tahap kelelahan. Misalnya, ingatlah bahwa ACTH memainkan suatu peran dalam respon stres jangka-pendek. Namun, dalam jangka lama, tindakannya itu mengurangi kemampuan sel-sel pembunuh alami dalam membunuh sel-sel kanker dan infeksi-infeksi lain yang mengancam kehidupan. Saat tubuh ditimpa stres secara kronis, produksi yang meningkat dari "hormon-hormon stres" mengkompromikan sistem kekebalan. Penerapan sindrom adapatasi umum ini terbukti sangat berharga untuk menjelaskan kelainan-kelainan psikosomatis (psychosomatic disorders)--penyakit-penyakit yang tidak dapat diterangkan sepenuhnya dengan sebab-sebab fisik--yang telah membuat bingung para pekerja medis yang tak pernah menganggap stres sebagai sumber penyakit dan kelainan. Apa yang membantu tubuh dalam berhadapan dengan stres akut telah mengurangi respon tubuh terhadap stres kronis.

GAMBAR 12.7

Menyusul penekanan atas stresor, perlawanan tubuh menjadi berkurang sampai perubahan-perubahan fisiologis dari reaksi peringatan yang bersangkutan menjadi normal lagi. Bila stresor berkelanjutan, tanda-tanda badani yang khas dari reaksi peringata akan menghilang; perlawanan kepada stresor tertentu muncul di atas normal namun perlawanan terhadap stresor lain menurun. Perlawanan yang adaptif ini mengembalikan tubuh kepada tingkat fungsi yang normal. Bila stresor berkepanjangan, adaptasi gagal; tanda-tanda reaksi alarm muncul kembali, efek-efek stresor tak dapat diulang, dan orang menjadi sakit dan mungkin meninggal.

Riset Seyle menjadikan penyakit tampak sebagai respon yang tak terhindarkan atas stres. Namun, kita akan melihat bahwa interpretasi fisiologis Anda tentang apa yang membuat stres dan apa yang tidak--cara di mana Anda menilai peristiwa-peristiwa yang mengandung potensi stres--memiliki imbas pada respon fisiologis tubuh Anda. Untuk memberikan keterangan yang lengkap tentang efek stres pada tubuh Anda, kita akan mengkombinasikan teori fisiologis mendasar dari Selye dengan riset-riset terbaru tentang faktor-faktor psikilogis.

* REAKSI-REAKSI STRES PSIKOLOGIS

Reaksi stres psikologis Anda adalah respon-respon otomatis, dapat diramalkan, dan terpasang sejak awal (built-in) di mana Anda tak mempunyai kontrol yang sadar. Namun, banyak reaksi fisiologis dapat dipelajari. Reaksi-reaksi ini tergantung pada persepsi dan interpretasi akan dunia. Pada seksi ini, kita membahas respon-respon fisiologis terhdap kategori-kategori stresor yang berbeda-beda, seperti perubahan hidup yang besar dan peristiwa traumatik.

PERISTIWA-PERISTIWA BESAR DALAM HIDUP

Perubahan-perubahan besar dalam hidup adalah akar dari stres pada banyak orang. Bahkan peristiwa yang Anda sambut dengan gembira, seperti memenangkan lotere atau dipromosikan, mungkin akan memunculkan perubahan besar dalam rutinitas Anda dan adaptasi pada kebutuhan-kebutuhan yang baru. Misalnya, ingatlah pola ketentraman pernikahan yang dideskprisikan pada bab 10. Walaupun kelahiran seorang anak merupakan salah satu perubahan yang dinanti-nanti ddalam kehidupan pernikahan sebuah pasangan, kelahiran ini juga merupakan sumber stres yang utama, yang berperan dalam mengurangi kepuasan perniakhan (Cowan & Cowan, 1988; Levenson dkk, 1993). Maka, saat Anda mencoba mengaitkan stres dengan perubahan dalam hidup Anda, Anda akan menimbang-nimbang baik perubahan yang negatif maupun positif.

Pengaruh perubahan hidup atas kesehatan mental dan fisik telah menjadi target bagi sejumlah riset. Dimulai pada 1960-an dengan pengembangan Social Readjustment Rating Scale (SRRS)--Skala Rerata Penyesuaian Ulang Sosial--, sebuah pengukuran sederhana untuk membuat rata-rata derajat penyesuaian yang dituntut oleh perubahan hidup, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, yang dialami banyak orang. Skala ini dikembangkan dari respon-respon orang dewasa, dari setiap tahap kehidupan, yang diminta untuk mengidentifikasi dari serangkaian daftar perubahan hidup yang diserahkan kepada mereka. Orang-orang dewasa ini membuat rata-rata jumlah penyesuaian ulang yang dibutuhkan untuk setiap perubahan dengan membandingkan masing-masing perubahan dengan pernikahan, yang secara arbitrer menjadi nilai dasar bagi 50 unit perubahan hidup. Para peneliti menghitung jumlah total unit-unit perubahan hidup (LUCs--life-changing units), yang dilalui peserta, dengan menggunakan unit-unit tersebuat sebagai ukuran untuk stres yang dialami setiap orang (Holmes & rahe, 1967). SRRS di-update pada 1990-an. Peneliti menggunakan prosedur yang sama di mana peserta diminta untuk merata-rata stres dari peristiwa dalamhidup dibandingkan dengan pernikahan (Miller & Rahe, 1997). Pada update ini, perkiran LCU mencapai 45 persen dari nilai awal--artinya, peserta pada 1990-an melaporkan bahwa mereka mengalami stres secara keseluruhan yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang seumuran dengan mereka pada 1960-an. Para wanita pada 1990-an juga memaporkan mengalami lebih banyak stres ketimbang pria.

Tabel 12.2 memberikan modifikasi skala ini bagi mahasiswa. Sebelum melanjutkan membaca, ujilah tingkat stres Anda dengan skala stres mahasiswa. Berapakah rata-rata LCU Anda? Kami telah menyediakan ruang bagi Anda untuk melakukan latihan ini sebanyak tiga kali, sehingga Anda dapat mendaftar tingkat stres Anda sepanjang semester.

Tabel 12.2

Skala Stres Mahasiswa

Skala Stres Mahasiwa menyajikan adaptasi atas SRRS Holmes dan rahe. Setiap peristiwa diberi sebuah skor yang merepresentasikan jumlah penyesuaian ulang yang harus dilakukan seseorang dalam kehidupannya sebagai hasil dari perubahan yang terjadi. Orang dengan skor 300 atau lebih tinggi memiliki risiko kesehatan yang tinggi. Orang dengan skor antara 150 dan 300 memiliki peluang 50-50 untuk mengalami perubahan kesehatan dalam waktu dua tahun. Orang dengan skor di bawah 150 memiliki 1 dari 2 peluang perubahan kesehatan yang serius. Hitunglah LCUs Anda sendiri tiga kali selama satu semester dan kemudian korelasikan skor ini dengan setiap perubahan dalam status kesehatan Anda.

Peneliti telah menemukan beragam cara untuk memeriksa hubungan antara peristiwa besar dalam hidup dengan kesehatan. Pada sebuah studi, peserta secara sukarela menerima virus yang menyebabkan flu bersama. Peserta yang melaporkan rata-rata peristiwa hidup yang negatif di atas rata-rata kelompok 10 persen lebih mudah terkena flu (Cohen dkk, 1993). Pertimbangkanlah studi lain yang memikili relevansi langsung dengan pilihan yang Anda buat tentang cara mengorganisasi tugas-tugas sekolah Anda.

Menguji Ide

Harga Kesehatan dari Penundaan

Saat seorang profesor memberikan tuags kepada Anda--peristiwa dalam hidup yang membuat stres dalam kehidupan setiap mahasiswa--apakah Anda mencoba untuk mengatasinya sesegera mungkin ataukah Anda menundanya sampai menit-menit terakhir? Para psikolog telah mengembangkan alat pengukuran yang dinamakan General Procrastination Scale (Skala Penundaan Umum, Lay, 1986) untuk membedakan mereka yang terbiasa menunda pekerjaan--procrastinator--dari mereka yang tidak--nonprocrastinator. Sepasang peneliti memberikan skala ini kepada mahasiswa dalam sebuah kelas psikologi kesehatan yang mempunyai tugas makalah yang harus dikumpulkan pada akhir semester. Para mahasiswa juga diminta untuk melaporkan, pada awal dan akhir semester, berapa banyak simtom penyakit fisik yang mereka alami. Tidak menngejutkan bahwa para penunda pekerjaan, secara rata-rata, mengumpulkan makalah mereka lebih lambat dibanding nonprocrastinator; secara rata-rata, procrastinator juga mendapatkan nilai yang lebih rendah untuk makalah tersebut. Gambar 12.9 memaparkan efek penundaan pada kesehatan fisik. Seperti yang dapat Anda lihat, pada awal semester, procrastinator melaporkan lebih sedikit simtom, namun pada akhir semester mereka melaporkan lebih banyak simtom ketimbang nonprocrastinator (Tice & Baumeister, 1997).

Dalam studi ini Anda melihat mengapa tidak semua peristiwa dalam hidup memiliki imbas yang sama pada semua orang. Nonprocrastinator mengerjakan tugas mereka dengans egera dan dengan demikian mengalami stres dan simtom pada awal semester. Namun, konsekuensi bagi procrastinator karena menghindari stres pada awal semester adalah peningkatan yang besar dalam penyakit fisik pada akhir semester. Maka, mereka akan mengalami sakit pada titik semester di mana mereka seharusnya memiliki kesehatan yang bagus untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang telah mereka tunda! Anda harus memikirkan hasil-hasil ini saat Anda mengembangkan rencana Anda sendiri dalam menempuh setiap semester. Bila Anda percaya bahwa Anda punya kebiasaan menunda, Anda harus mempertimbangkan untuk berkonsultasi dengan seorang psikolog atau konselor sekolah untuk mengubah perilaku Anda. Nilai dan kesehatan Anda menjadi taruhan!

GAMBAR 12.8

Harga Kesehatan dari Penundaan

Peneliti mengidentifikasi mahasiswa yang, secara umum, proscrastinator dan nonprocrastinator. Para mahasiswa diminta untuk melaporkan, pada awal dan akhir semester, berapa banyak simtom penyakit fisik yang mereka alami. Pada akhir semester semua mahasiswa menunjukkan peningkatan simtom. Namun--saat tugas mereka selesai--procrastinator melaporkan lebih banyak mengalami simtom ketimbang nonprocrastinator.

PERISTIWA-PERISTIWA TRAUMATIK

Sebuah peristiwa yang negatif tetapi juga tak dapat dikendalikan, tak dapat diramalkan, atau ambigu, biasanya menyebabkan stres. Kondisi ini terutama terjadi pada kasus peristiwa traumatik. Beberapa peristiwa traumatik, seperti perkosaan dan kecelakaan mobil, mempengaruhi orang. Peristiwa lain, seperti gempa bumi dan tornado, memiliki imbas yang lebih luas. Pada tahun-tahun belakangan ini, tidak ada peristiwa traumatik lain yang memiliki konsekuensi yang menyebar luas seperti kejadian 11 September 2001. Pada hari itu, serangan atas World Trade Center dan Pentagon dengan menggunakan pesawat komersial menyebabkan kematian sekitar 3000 orang. Dengan tujuan untuk menyediakan perawatan kesehatan yang layak, para peneliti bergerak dengan cepat untuk menilai sisi psikologis setelah peristiwa itu.

Gambar dari Serangan WTC

Mengapa menonton TV memiliki imbas pada pengalaman orang akan PTSD?

Satu fokus khusus diberikan pada PTSD (posttrautamtic stress disorder). PTSD adalah sebuah reaksi stres di mana individu mengalami penderitaan berupa mengalami kembali peristiwa traumatik berupa, misalnya, kilas balik atau mimpi buruk (DSM-IV, 1994). Penderita mengalami kelumpuhan emosional dalam hubungannya dengan peristiwa sehari-hari dan perasaan teralienasi dari orang lain. Akhirnya, rasa sakit emosional dari reaksi ini dapat menghasilkan peningkatan beberapa simtom, seperti susah tidur, merasa bersalah karena selamat, kesulitan berkonsentrasi, dan respon terkejut yang berlebihan.

Pada bulan Oktober dan November 2001. sebuah tim peneliti melakukan survei di internet terhadap 2.273 orang dewasa di seluruh AS (Schlenger dkk, 2002). Survei ini menilai baik penerimaan peserta terhadap insiden tersebut maupun simtom-simton kesehatan mental mereka. Seperti yang tampak pada Tabel 12.3, penerimaan yang semakin besar membuat orang semakin intensif mengalami PTSD. KElompok yang paling terpengaruh adalah mereka yang tinggal di area metropolitan New York City. Orang-orang inilah yang kemungkinan besar terlibat secara personal dalam tragedi tersebut. Seperti terlihat pada Tabel 12.3, persitiwa tersebut tidak memiliki imbas ekstra pada orang-orang yang tinggal di area Washington DC. Peneliti menunjukkan bahwa perbedaan antara New York dan DC mungkin mencerminkan perbedaan antara serangan terhadap target sipil (WTC) dan target militer (Pentagon). Tabel 12.3 juga menunjukkan bahwa orang-orang yang menonton lebih banyak laporan televisi tentang peristiwa itu juga melaporkan tingkat simtom PTSD yang lebih tinggi. Peneliti akan terus menilai konsekuensi kesehatan mental dari peristiwa 11 September ini: Mereka mencoba membentuk genralisasi dari respon-respon orang terhadap katastrofi (bencana) ini sehingga mereka dapat menghadapi konsekuensi paling buruk bila da situasi baru yang muncul.

Seperti yang telah kita catat, orang juga menderita karena peristiwa traumatik personal dengan imbas pada kesehatan psikologis mereka. Misalnya, korban perkosan sering menunjukkan tanda-tanda stres posttraumatik (Acierno dkk, 1999). Dalam penilaian yang dilakukan setelah dua minggu peristiwa perkosaan terjadi, 94 persen dari korban perkosaan didiagnoisis menderita PTSD: 12 minggu setelah perkosaan, 51 persen dari koran ini didiagnosis masih menderita PTSD. Kutipan berikut ini, yang berasal dari diskusi antara dua mahasiswa tentang keterkejutan karena diperkosa, mengungkapkan emosi yang kuat dan berlangsung lama.

Alice: SAya masih terkejut dalam waktu yang lama. Saya dapat berbicara tentang fakta bahwa saya adalah korban perkosaan, tetapi emosi-emosinya tidak muncul ke permukaan sampai sebulan kemudian.

Beth: Selama dua minggu pertama ada orang-orang yang saya anggap sangat mendukung saya; namun setelah dua minggu, nampaknya yang muncul adalah "Oke, dia baik-baik saja, sekarang kita bisa terus." Namun semakin jauh kau melangkah, semakin banyak dukungan yang kau butuhkan, karena, seriring waktu, kau menajdi sadar pada emosi-emosimu sendiri dan kebutuhan untuk menghadapinya.

Alice: Ada titik di mana kau menyangkal kejadian itu. Kau menguburnya begitu saja.

Beth: Itu begitu tak nyata hingga kau tak mau percaya bahwa itu benar-benar terjadi atau bahwa itu memang bisa terjadi. Lalu kau menempuh suatu periode ketakutan dan kemarahan yang lama.

Alice: Saya takut jogging. [Alice diperkosa saat ia sedang jogging]. Saya mengehntikan secara total setiap aktivitas fisik setelah saya diperkosa. Saya memulainya lagi kemudian, namun setiap kali jogging saya merasakan ketakutan yang terus ada. Aliran darah saya semakin cepat. Tentu saja saya tak lagi jogging sendirian, namun ketakutan itu masih konstan.

Beth: Ada juga perasaan bahwa semua temanmu mengkhianatimu. Aku punya mimpi di mana aku diperkosan di luar asramaku. Dalam mimpi itu, orang-orang melongok dari jendela mereka--wajah-wajah itu begitu tampak dengan jelas--setiap temanku berbaris di jendela, menontonku, dan bahkan ada juga orang yang berdiri hanya dua kaki dariku. Merkea melihat apa yang terjadi dan takada yang melakukan apa-apa. Aku terjaga dan merasa sangat sendirian. (Stanford Daily, 1982)

Respon-respon emosional stres posttraumatik dapat muncul dalam bentuk yang akut segera setelah suatu bencana terjadi dan dapat bertahan dalam periode beberapa bulan. Kita akan kembalike topik PTSD ini saat kita mendiskusikan penyakit kecemasan pada Bab 14.

STRESOR KRONIS

Pada diskusi kita tentang respon fisiologis terhadap stres, kita membuat pemilahan antara stresor yang akut, dengan onset dan offset yang jelas, dengan stresor yang kronis--yaitu, berlangsung lama. Tentang stresor psikologis, sukar ditarik perbedaan yang jelas seperti itu. Misalnya, anggap saja sepeda Anda dicuri. Awalnya, ini adalah sumber stres akut. Namun, bila Anda mulai cemas terus menerus bahwa sepeda baru Anda juga akan dicuri, stres yang dikaitkan dengan peristiwa ini dapat menjadi kronis. Peneliti telah menemukan pola ini pada orang-orang yang menderita penyakit serius seperti kanker (Andersen dkk, 1994). Stres kronis yang muncul dalam menghadapi kecemasan karena didiagnosis menderita kanker serta perawatan atas penyakit ini bisa saja merusak kesehatan lebih cepat ketimbang penyakit itu sendiri.

Tabel 12.3

Imbas Psikologis dari Penerimaan terhadap Peristiwa 11 Speetmber 2001

Bagi banyak orang, stres kronis muncul dari kondisi pada masyarakat dan lingkungan. Efek kumulatif apa yang muncul pada Anda dari kelebihan penduduk, kejahatan, kondisi ekonomi, polusi, AIDS, dan ancaman terorisme? Bagaimana hal-hal tersebut dan stresor-stresor lain mempengaruhi ketentraman mental Anda? Beberapa kelompok orang menderita stres kronis karena keadaan status sosioekonomik atau identitas rasial, dengan konsekuensi buruk pada ketentraman mental (Gallo & Matthews, 2003; Stone, 2000). Pertimbangkanlah sebuah studi yang mengukur kekerasan ekonomik bagi lebih dari seribu peserta selama tiga dekade (Lynch dkk, 1997). Kekerasan ekonomik didefinisikan sebagai pendapatn ruamh tangga yang kurang dari 200 persen dari tingkat kemiskinan federal. Saat dinilai pada 1994, semakin banyak periode kekerasan ekonomis yang dialami orang dewasa antara 1965 dan 1983, semakin banyak kesulitan yang mereka dapatkan pada fungsi-fungsi fisik yang berkaitan dengan aktivitas dasar dalam hidup sehari-hari, seperti memasak, berbelanja, dan mandi. Efek-efek yang serupa juga ditemukan pada fungsi pesikologis dan kognitif. Dibandingkan dengan orang yang mengalami kekerasan ekonomik selama tiga dekade, orang dengan tiga periode kemiskinan tiga kali lebih mungkin mengalami simtom depresi klinis, lima kali lebih kejam dan kekurangan optimisme, dan empat kali lebih banyak memiliki kesulitan dalam fungsi kognitif. Untuk mengkonfirmasikan bahwa hasil-hasil ini disebabkan oleh kekerasan ekonomik dan bukannya oleh kesehatan yang buruk sejak awal mula, para peneliti mendemonstrasikan pola-pola yang dapat diperbandingkan dari ketidakmampuan para peserta itu, yang kesehatannya pada awal pengukuran pada 1965 adalah bagus atau sempurna.

Gambar dari kerumunan penganggur di Detroit

Warga Detroit yang berebut melamar pekerjaan di kantor pos ini cenderung mengalami stres kronis karena menganggur atau menajdi pengangguran terselubung. Konsekuensi apa yang kira-kira akan muncul pada kesehatan fisik dan mental mereka?

Dengan temuan riset ini, Anda tiddak akan terkejut bila mengetahui bahwa stres kronis juga mempengaruhi perkembangan intelektual anak-anak. Pertimbangkanlah sebuah studi yang menilai tingkat stres dalam sebuah kelompok anak usia 6-16 tahun dan juga mengukur inteligensi mereka dengan tes IQ (lihat Bab 9). Data mengungkapkan korelasi negatif antara stres dan pengukuran Verbal/Komprehensi pada tes IQ: secara rata-rata, semakin tinggi tingkat stres pada kehidupan anak, semakin buruk penampilan mereka pada pengukuran ini (Plante & Sykora, 1994). Tampaknya, tingkat stres kronis yang tinggi memainkan peran negatif dalam penampilan kognitif anak. Data ini menggemakan temuan yang telah kita laporkan pada Bab 9 tentang imbas lingkungan terhadap inteligensi. Peneliti memahami bahwa program sosial yang ditujukan untuk meningkatkan kehidupan anak harus memperhatikan stresor-stresor kronis yang dikaitkan dengan kemiskinan.

KELUPAAN SEHARI-HARI

Anda mungkin setuju bahwa akhir dari suatu hubungan, gempa bumi, atau prasangka mungkin akan menyebabkan stres, tetapi bagaimana dengan stresor-stresor yang lebih kecil yang Anda alami pada tingkat sehari-hari? Apa yang terjadi pada Anda kemarin? Mungkin Anda tidak berhasil bercerai atau selamat dari kecelakaan pesawat terbang. Anda mungkin kehilangan buku catatan atau buku teks Anda. Mungkin, Anda terlambat menghadiri sebuah pertemuan penting, atau Anda memperoleh tiket parkir, atau seorang tetangga yang riuh mengganggu tidur Anda. Ini adalah tipe-tipe stresor yang berulangkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang sering ditemui orang.

Pada sebuah studi tentang diary, sekelompok pria dan wanita separuh baya kelas menengah berkulit putih mencatat kelupaan sehari-hari mereka selama periode satu tahun (bersama dengan rekaman perubahan besar dalam hidup dan simtom fisik). Hubungan yeng jelas muncul antara kelupaan dan problem kesehatan: Semakin sering dan intensif kelupaan yang dilaporkan orang, semakin buruklah kesehatan mereka, baik fisik maupun mental (lazarus, 1981; 1984b). Saat kelupaan sehari-hari menurun, ketentraman meningkat (Chamberlain & Zika, 1990). Peneliti telah mendemonstrasikan bahwa kelupaan sehari-hari dapat mulai menyebabkan penyakit pada masa kanak.

Menguji Ide

Kelupaan Siswa Taman Kanak-kanak

Peneliti meminta 74 orang siswa TK untuk melaporkan kelupaan sehari-hari mereka. Untuk memperoleh informasi ini, peneliti menanyakan kepada anak-anak tersebut apakah peristiwa seperti "kehilangan sesuatu" atau "digoda" telah terjadi pada bulan kemarin. Setelah menentukan apakah peristiwa itu memang terjadi, mereka menanyai mereka, apakah peristiwa itu telah membuat mereka merasa tidak nyaman--sehingga pengukuran atas kelupaan sehari-hari mencerminkan tingkat stres yang dialami anak-anak karena setiap peristiwa. Untuk menentukan efek-efek kelupaan sehari-hari pada anak-anak, peneliti menanyai guru dan orangtua anak-anakn tersebut, seberapa banyak perilaku negatfi yang dilakukan oleh anak-anak tersebut. hasilnya menunjukkan korelasi positif antara kelupaan sehari-hari dan problem perilaku: Secara rata-rata, anak-anak yang lebih sering mengalami kelupaan sehari-hari cenderung memiliki perilaku yang lebih agresif dan merusak (Creasey, 1995).

Kita sering mengira bahwa masa kanak adalah masa yang lugu. Namun, riset ini menunjukkan bahwa sebagian anak telah mengalami stres pada kadar tertentu yang dikaitkan dengan hasil yang negatif.

Kita telah memfokuskan diri pada kelupaan sehari-hari. Namun, layak untuk diperhatikan bahwa bagi sebagian orang kelupaan sehari-hari bisa diimbangi dengan pengalaman sehari-hari yang positif (Lazarus & Lazarus, 1994). Keseimbangan relatif antara pengalaman negatif dan positif mungkin memiliki konsekuensi kesehatan. Misalnya, sebuah studi meminta 96 pria untuk memberikan laporan harian tentang pristiwa-peristiwa yang negatif dan positif. Para pria tersebut juga diuji setiap hari tentang kekuatan respon kekebalan mereka. hasilnya menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang diinginkan berasosiasi dengan respon kekebalan yang lebih besar, sedangkan peristiwa yang tak diinginkan berasosiasi dengan respon kekebalan yang lebih lemah (Stone dkk, 1994). Maka, bila kita ingin memprediksi arah hidup Anda berdasarkan kelupaan sehari-hari, kita juga harus tahu kesenangan sehari-hari yang diberikan oleh hidup Anda.

Kita baru saja mereview banyak sumber stres dalam kehidupan orang. Para psikolog telah cukup lama mengetahui bahwa imbas dari tipe-tipe stresor yang beragam ini sebagian besar tergantung pada seberapa efektif orang dapat berhadapan dengan stres. Sekarang mari kita mempertimbangkan bagaimana orang dapat berhadapan dengan berhasil atau tidak berhasil dengan stres.

* Menangani Stres

Bila kehidupan, secara tak terhindarkan, dipenuhi dengan stres, dan bila stres kronis dapat merusak hidup Anda dan bahkan membunuh Anda, Anda harus belajar untuk mengelola stres. Menangani (Coping) stres merujuk pada proses berurusan tuntutan internal maupun eksternal yang dianggap mengekang atau melampaui sumber-sumber daya seseorang (Lazarus & Folkman, 1984). Penanganan stres bis ajadi meliputi respon dan pikiran perilaku, emosional, atau motivasional. Kita memulai seksi ini dengan mendeskripsikan bagaimana penialian kogniti akan mempengaruhi apa yang Anda alami sebagai stres. Kemudian kita akan mempertimbangkan tipe-tipe respon penanganan terhadap stres; kita mendeskripsikan baik prinsip-prinsip penanganan yang umum maupun intervensi-intervensi spesifik. Akhirnya, kita akan mempertimbangkan beberapa perbedaan dalam kemampuan irang untuk menangani stres.

PENILAIAN ATAS STRES

Saat Anda menangani situasi stres, langkah pertama Anda adalah mendefinisikan bagaimana cara situasi itu dapat menimbulkan stres. Penilain kognitif adalah interpretasi kognitif dan evaluasi atas suatu stresor. Penilaian kognitif memainkan peran sentral dalam mendefinisikan sebuah situasi--apa tuntutannya, seberapa besar ancamannya, dan sumber daya apa yang Anda miliki untuk memenuhinya (lazarus, 1993; Lazarus & Lazarus, 1994). Beberapa stresor, seperti menderita luka fisik atau melihat rumah kebakaran, oleh sebagian besar orang dialami sebagai. Namun, banyak stresor lain yang bsia didefinisikan dengan beragam cara yang lain, tergantung pada situasi kehidupan personal Anda, hubungan antara suatu tuntutan dengan tujuan utama Anda, kompetensi Anda dalam memenuhi tuntutan itu, dan penilaian-diri Anda sendiri terhadap kompetensi tersebut. Situasi yang menyebabkan stres akut bagi orang lain mungkin bukan apa-apa bagi Anda. Cobalah untuk memperhatikan, dan memahami, peristiwa dalam hidup yang berbeda-beda pada diri Anda, teman-teman dan keluarga Anda: Ada beberapa situasi yang membuat Anda stres tetapi tidak menyebabkan apa-apa bagi teman-teman dan keluarga Anda; peristiwa lain bisa jadi membuat mereka stres namun tidak bagi Anda. Mengapa demikian?

Richard Lazarus, yang teori penilaian umumnya kita bahas pada diskusi kita tentang emosi, telah memilah dua tahap dalam penilaian kognitif atas tuntutan yang menyebabkan stres. Penilaian primer mendeskripsikan evaluasi awal dari keseriusan suatu tuntutan. Evaluasi ini dimulai dengan pertanyaan "Apa yang tengah terjadi?" dan "Apakah ini baik bagiku, membuat stres, atau tidak relevan?" Bila jawaban bagi pertanyaan kedua adalah "membuat stres", Anda menilai imbas potensial dari stresor dengan menentukan apakah kerusakan telah terjadi atau akan terjadi dan apakah dibutuhkan tindakan (lihat Tabel 12.4). Sekali Anda memutuskan bahwa sesutu harus dilakukan, penilaian sekunder dimulai. Anda mengevaluasi sumber-sumber daya personal dan sosial yang tersedia untuk berhadapan dengan lingkungan yang dipenuhi stres dan mempertimbangkan pilihan tindakan yang dibutuhkan. Penilaian berlanjut selama respon-respon penanganan bekerja; bila tindakan yang pertama gagal dan stres tetap bertahan, respon baru dimunculkan, dan efektivitasnya dievaluasi.

TABEL 12.4

Tahap-tahap dalam Pembuatan Keputusan/Penilaian Kognitif yang Stabil

Tahap Pertanyaan Kunci

1. Peniaian tantangan Apakah risikonya serius bila aku tak berubah?

2. Menyurvei alternatif Apakah alternatif ini dapat diterima untuk menghadapi tantangan?

Apakah aku telah cukup menyurvei alternatif yang ada?

3. Menimbang alternatif Alternatif mana yang terbaik?

Apakah alternatif yang terbaik dapat memenuhi tuntutan yang paling penting?

4. Berhati-hati dalam komitmen Haruskah saya menerapkan alternatif terbaik dan mengizinkan orang lain tahu?

5. Tetap bertahan walaupun ada umpan balik negatif Apakah risikonya serius bila saya tidak berubah?

Apakah risikonya serius bila saya memang berubah?

Penilaian kognitif adalah sebuah contoh untuk variabel moderator stres. Variable moderator stres adalah variabel yang mengubah imbas dari suatu stresor pada suatu reaksi stres tipe tertentu. Variabel moderator menyaring atau memodifikasi efek-efek yang biasa dari suatu stresor pada reaksi individu. Misalnya, tingkat kelelahan dan status kesehatan umum Anda adalah variabel moderator, yang mempengaruhi reaksi Anda terhadap strsor psikologis atau fisik tertentu. Saat suasana hati Anda sedang bagus, Anda dapat berhadapan dengan stresor dengan lebih baik ketimbang saat suasana hati Anda sedang buruk. Anda dapat melihat bagaimana penilaian kognitif juga bersesuaian dengan definisi variabel moderator. Cara Anda menilai stresor akan menentukan tipe-tipe respon penanganan yang Anda perlukan. Sekarang mari kita mempertimbangkan beberapa tipe umum respon penanganan.

TIPE-TIPE RESPON PENANGANAN

Anggaplah Anda akan segera mngehadapi suatu ujian yang besar. Anda telah memikirkannya--Anda menilai situasi--dan Anda cukup yakin bahwa situasi ini dapat menimbulkan stres. Apa yang dapat Anda lakukan? Adalah penting untuk memperhatikan bahwa penanganan dapat mendahului peristiwa yang secara potensial dapat menyebabkan stres dalam bentuk penanganan antisipatoris (Folkman, 1984). Bagaimana Anda menghadapai stres yangd itimbulkan oleh ujian yang akan segra datang itu? Bagaimana Anda memberitahu orangtua Anda bahwa Anda keluar dari sekolah atau bahwa kekasih Anda bahwa Anda tidak lagi mencintainya? Mengantisipasi peristiwa yang menimbulkan stres menyebabkan munculnya banyak pikiran dan perasaan yang juga mungkin menyebabkan stres, seperti pada wawancara, pidato, atau kencan buta. Andda perlu tahu bagaimana menangani stres.

Dua cara utama menangani stres akan ditentukan oleh apakah tujuannya adalah untuk menghadapi problem secara langsung--penanganan yang-diarahkan-pada-masalah--atau mengurangi ketidaknyamanan karena stres--penanganan yang-berfokus-pada-emosi (Billings & Moos, 1982; Lazaarus & Folkman, 1984). Beberapa subkategori dari kedua pendekatan utama ini ditunjukkan pada Tabel 12.5.

Mari kita mulai dengan penanganan yang-diarahkan-pada-masalah. "Melawan banteng dengan tanduk" adalah bagaimana kita biasanya mengkarakterisasikan strategi dalam menghadapi suatu situasi problem. Pendekatan ini meliputi semua strategi yang didesain untuk berhadapan secara langsung dengan stresor, apakah melalui tindakan yang kasat mata atau aktivitas pemecahan masalah yang realistis. Anda menghadapi suatu kekacauan atau melarikan diri; Anda mencoba merebut orang itu dengan suap atau insentif lain. Fokus Anda adalah pada masalah yang akan dihadapi dan agen yang menyebabkan munculnya stres. Anda memenuhi ajakan untuk bertindak, Anda menilai situasi dan sumber daya Anda untuk menghadapinya, dan Anda memberikan respon yang cocok untuk mengusir atau mengurangi ancaman. Usaha pemecahan masalah semacam ini sangat berguna untuk mengelola stresor yang dapat dikendalikan--stresor yang dapat Anda ubah atau hapus melalui tinakan Anda, seperti bos yang terlalu menuntut atau nilai yang terlalu rendah.

Gambar dari Alzheimer

Mengapa strategi pengananan yang berganda akan menguntungkan seperti pada perawat penderita Alzheimer?

Pendekatan yang-berfokus-emosi sangat berguna untuk mengelola imbas dari stresor yang tak dapat dikendalikan. Anggaplah Anda bertangung jawab untuk perawatan orangtua yang menderita Alzheimer. Pada situasi ini, tidak ada "kekacauan" yang apat Anda hapuskan dari lingkungan; Anda tidak dapat menyingkirkan penyakit itu. Bahkan pada situasi ini, beberapa bentuk penangan yang-terarah-pada-masalah akan berguna. Misalnya, Anda dapat memodifikasi jadwal kerja Anda agar Anda lebih punya banyak waktu untuk merawat pasien. namun, karena Anda tidak dapat menghapus sumber stres, Anda juga dapat mencoba mengubah perasaan dan pikiran Anda tentang penyakit itu. Misalnya, Anda mungkin saja berperan dalam sebuah kelompok pendukung bagi perawat penderita Alzheimer atau mempelajari teknik-teknik relaksasi. Pendekatan-pendekatan ini masih menentukan strategi penanganan karena Anda mengakui bahwa ada ancaman pada ketentraman Anda dan Anda mengambil langkah-langkah untuk memodifikasi ancaman itu.

TABEL 12.5

Taksonomi Strategi Penanganan

Tipe Strategi Penanganan

PENANGAN YANG-TERARAH-PADA-MASALAH

Mengubah stresor atau hubungan dengannya melalui tindakan dan/atau aktivitas pemecahan masalah

Contoh

Bertarung (menghancurkan, menghapuskan, atau memperlemah ancaman)

Melarikan diri (menjaga jarak dari ancaman)

Memilih antara bertarung atau melarikan diri (negosiasi, tawar menawar, berkompromi)

Mencegah stres pada masa yang akan datang (bertindak untuk meningkatkan perlawanan atau menurunkan kekuatan stres yang akan diantisipasi)

PENANGANAN YANG-BERFOKUS-EMOSI

Mengubah diri melalui aktivitas yang membuat perasaan lebih baik namun tidak mengubah stresor

Contoh

Aktivitas yang terfokus secarasomatis (penggunaan obat antikecemasan, relaksasi, biofeedback)

Aktivitas yang terfokus secara kognitif (pemecahan terencana, fantasi, perenungan)

Terapi untuk menyesauiakn proses sadar atau tak sadar yang mengarah pada kecemasan tambahan

Anda akan lebih baik jika Anda memilik strategi yang berganda untuk membantu Anda berhadapan dengan situasi stres (Tennen dkk, 2000). Untuk berhasil menangani stres, sumber-sumber daya Anda harus cukup untuk memenuhi tuntutan. Maka, ketersediaan strategi penanganan yang berganda bersifat adaptif karena Anda cenderung akan mencapai kesesuaian dan mengelola peristiwa stres. Pertimbangkanlah sebuah studi yang memeriksa bagaimana warga Israel berhadapan dengan ancaman kronis terorisme (Bleich dkk, 2003). Sampel dari 742 orang dewasa mengungkapkan bahwa, secara rata-rata, mereka menggunakan 6.4 strategi penanganan. Strategi-strategi penanganan itu meliputi memeriksa keadaan para anggota keluarga, berbicara kepada orang lain tentang apa yang bisa dilakukan, mempertahankan kepercayaan kepada tuhan, dan menghindari siaran radio dan televisi. Pada banyak sitausi stres, mengetahui bahwa Anda memiliki beragam strategi penanganan dapat meningkatkan kemampuan aktual Anda untuk memenuhi tuntutan. Kepercayaan-diri dapat mencegah Anda dari mengalami imbas penuh dari banyak stresor; percaya bahwa Anda memiliki sumber-sumber daya penanganan yang siap sedia akan mempercepat respon stres dan khaotik "Apa yang akan kulakukan?"

Para peneliti yang meneliti penanganan telah menemukan bahwa beberapa orang menghadapi stresor dengan kebertahanan diri yang istimewa--mereka dapat menapai hasil positif dari ancaman yang serius terhadap ketentraman emreka (Masten, 2001). Riset difokusikan pada tipe-tipe keterampilan dalam menangani stres yang dimiliki oleh mereka ini dan bagaimana mereka memperoleh keterampilan itu. Satu bagian penting dari jawabannya adalah bahwa anak yang telah menajdi lebih tahan telah tumbuh dengan dukungan orangtua yang memiliki keterampilan merawat anak yang baik (lihat Bab 10). Selain itu, anak yang tahan tampaknya memiliki keterampilan penanganan yang maju yang berkaitan dengan kemampuan mereka untuk mengatur perilaku mereka sendiri (Buckner dkk, 2003). Mereka dapat tetap fokus pada tugas (yang merupakan penanganan yang-terpusat-pada-problem) dan mengendalikan respon-respon emosional mereka (yang merupakan penanganan yang-terfokus-pada-emosi) dengan cara yang membuat kehidupan mereka lebih baik.

Sampai di sini, kita telah membahas pendekatan-pendekatan umum untuk menangani stresor. Sekarang kita akan mereview pendekatan kognitif dan sosial yang spesifik dalam penanganan stres yang berhasil.

MEMODIFIKASI STARTEGI-STRATEGI KOGNITIF

Cara yang kuat dalam untuk beradaptasi dengan stres adalah dengan mengubah evaluasi Anda terhadap stresor dan kognisi-kognisi yang cenderung membuat Anda merasa kalah dalam berhadapan dengan stresor. Anda perlu menemukan cara yang lain untuk memikirkan tentang situasi tertentu, peran Anda di dalamnya, dan atribusi kausal yang Anda buat untuk menerangkan hsil yang tak diinginkan. Dua cara penanganan secara mental terhadap stres ada menilai ulang hakikat stresor dan merestrukturasi kognisi Anda tentang reaksi stres.

Kita telah mendeskripsikan ide bahwa orang mengontrol pengalaman stres dalam kehidupan mereka sebagian dengan cara menilai perubahan dalam hidup (Lazarus & Lazarus, 1994). Belajar untuk berpikir berbeda tentang stresor tertentu, untuk memberi label baru bagi stresor, atau membayangkan stresor itu dengan konteks yang lebih-tidak-mengancam (bahkan mungkin juga lucu) adalah sebentuk penilaian ulang kognitif yang dapat mengurangi stres. Khawatri tentang memberikan pidato pada penonton yang besar dan bermusuhan? Salah satu teknik penilaian ulang atas stresor adalah dengan membayangkan calon-calon kritikus Anda itu duduk di sana dalam keadaan bugil--hal ini jelas akan mengurangi kekuatan mereka yang menakutkan itu. Cemas akan merasa malu pada pesta yang harus Anda hadiri? Cobalah menemukan orang yang lebih malu ketimbang Anda dan mengurangi kecemasan sosialnya dengan memulai suatu percakapan.

Anda jug adapat mengelola stres dengan mengubah apa yang Anda katakan pada diri Anda sendiri dan dengan mengubah cara penanganan Anda atasnya. Terapis kognitif-behavioris Donald Meichenbaum (1977, 1985, 1993) telah mengajukan proses tiga-tahap yang akan memungkina inokulasi stres semacam ini. Pada fase 1, orang berusaha untuk membangun kesadaran yang lebih besar tentang perilaku aktual mereka, apa yang menyebabkannya, dan apa hasil dari perilaku itu. Salah satu cara terbaik untuk melakukan ini adalah dengan membuat catatan harian. Dengan menolong orang meredefinisi problem-problem mereka dalam hal sebab dan hasilnya, rekaman ini dapat meningkatkan perasaan kontrol mereka. Misalnya, Anda dapat menemukan bahwa nilai Anda rendah (stresor) karena Anda terlalu sedikit memberikan waktu untuk melakukan tugas yang bagus. Pada tahap 2, orang mulai mengidentifikasi perilaku baru yang membatalkan perilaku yang maladaptif dan menghancurkan diri. Barangkali Anda akan menciptakan "waktu belajar" yang tetap atau membatasi telepon Anda sampai sepuluh menit setiap malam. Pada fase 3, setelah perilaku yang baik ditetapkan, orang menilai konsekuensi dari perilaku baru mereka, serta menghindari dialog internal mereka yang cenderung merangsang penundaan. Bukannya mengatakan bahwa, "Aku beruntung karena profesor itu bertanya setelah aku kebetulan membaca teks ini", mereka berkata, "Aku senang aku telah siap untuk menajwab pertanyaan si profesor. Rasanya senang sekali bisa merespon dengan cerdas di kelas."

Pendekatan tiga-fase ini mengawali respon dan pernyataan-diri yang cocok dengan kognisi kekalahan. Sekali orang mulai melangkahd i jalur ini, orang menyadari bahwa mereka berubah--ddan mengontrol secara penuh perubahan itu, yang membuka jalan pada kesuksesan lebih lanjut. Tabel 12.6 memberikan contoh jenis baru pernyataan-diri yang menolong dalam menghadapi sitausi stres. Latihan inokulasi stres telah digunakan dengan berhasil dalam bergaam domain.

TABEL 12.6

Contoh-contoh Penanganan Pernyataan-Diri

Persiapan

Aku dapat menysuun rencana untuk menghadapainya.

Pikirkan saja apa yng bisa kulakukan. ini lebih baik ketimbang cemas.

Tak ada pernyataan negatif, hanya berpikri secara rasional.

Konfrontasi

Satu langkah pada satu waktu; aku dapat menangani situasi ini.

Kecemasan inilah yang menurut dokter akan kurasakan; ini pengingat untuk menrapkan strategi penangananku.

Santai; aku terkendali. Ambil nafas pelan dan dalam.

Penanganan

Ketika ketakutan datang, berhentilah.

Tetap fokus pada masa kini; apa yang harus kulakukan?

Jangan mencoba menghapuskan rasa takut secara total; cobalah untuk mengendalikannya.

Ini bukan hal terburuk yang bisa terjadi.

Pikirkan hal lain saja.

Penguatan-Diri

Berhasil; aku mampu melakukannya.

Tak seburuk yang saya kira.

Aku senang dengan kemajuan yang kubuat.

Anda mungkin ingat bahwa pada Bab 4 kita membahas cara pengalaman akan rasa sakit ditentukan baik oleh faktor-faktor fisiologis maupun psikologis. Eksperimen dengan atlet yang sedang menyembuhkan diri ini menunjukkan bagaimana teknik-teknik penanganan dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa spek dari kontribusi psikilogis pada rasa sakit.

Menguji Ide

Latihan Inokulasi Stres untuk Mengelola rasa Sakit

Studi ini melibatkan 60 atlet pria yang menjalani bedah lutut untuk menyembuhkan cedera atletik mereka. Setengah dari atlet ini ditempatkan dalam kelompok perawatan yang menerima latihan inokulasi stres selain program rehabilitasi reguler. Latihan ini berfokus pada tipe-tipe kecemasan dan rasa sakit yang akan dialami mereka selama periode penyembuhan, dan memberanikan mereka untuk menggunakan teknik restrukturasi kognitif dari tipe yang telah kita jelaskan. 30 pria yang lain hanya menjalani program rehabilitasi standar. 60 peserta diminta untuk memberikan rata-rata pengalaman subyektif mereka akan rasa sakit sebelum perwatan dimulai dan kemudian pada awal dari setiap 10 sesi terapi fisik. Walaupun kelompok perawatan dan kelompok kontrol tidak berbeda sebelum perawatan dan sesi tes yang pertama, namun selama sisa 9 sesi terapi orang dalam kelompok inokulasi melaporkan lebih sedikit rasa sakit ketimbang orang dalam kelompok kontrol (Ross & Berger, 1996).

Komponen utama lain dari penanganan yang berhasil adalah bahwa Anda membangun kontrol persepsi atas stresor, sebuah kepercayaan bahwa Anda dapat membuat perbedaan dalam laju atau konsekuensi dari beberapa pengalaman (Endler dkk, 2000; Roussi, 2002). Bila Anda yakin bahwa Anda dapat mempengaruhi arah penyakit atau simtom harian dari suatu penyakit, Anda mungkin akan menyesuaikan diri dengan baik dengan kelainan itu. Namun, bila Anda yakin bahwa sumber stres adalah orang lain perilakunya tak dapat anda pengaruhi atau situasi yang tidak dapat Anda ubah, peluangnya semakib besar untuk penyesuaian psikologis yang buruk terhadap kondosi kronis Anda. Orang-orang yang mampu mempertahankan kontrol persepsi di hadapan penyakit mematikan seperti AIDS memperoleh keuntungan berupa kesehatan mental dan fisik (Thompson dkk, 1994).

Sementara Anda menyimpan strategi-strategi kontrol ini untuk digunakan nanti, kita akan berali pada aspek terakhir dari penanganan stres--dimenso sosial.

DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI SUMBER DAYA PENANGANAN

Dukungan sosial merujuk pada sumber-sumber daya yang disediakan orang lain, memberikan pesan bahwa ia dicintai, diperhatikan, dihargai, dan teerhubung dengan orang lain dalam jejaring komunikasi dan kewajiban yang mutual. Selain bentuk-bentuk dukungan berupa dukungan sosioemosional ini, orang lain juga bis amemberikan tangible support (uang, transportasi, perumahan) dan informational support (saran, umpan balik personal, informasi). Siapa saja yang punya hubungan sosial yang signifikan--seperti anggota keluarga, teman, rekan kerja, dan tetangga--dapat menjadi bagian dari jejaring dukungan sosial Anda pada saat dibutuhkan.

banyak riset yang menekankan kekuatan dari dukungan sosial dalam memoderasi stres (Holahan dkk, 1997). Saat orang mempunyai orang lain yang dapat mereka jadikan teman, mereka dapat lebih baik dalam menangani stresor pekerjaan, pengangguran, keretakan pernikahan, dan penyakit yang serius, sebagaimana problem hidup sehari-hari mereka. Pertimbangkanlah orang-orang yang bekerja sebagai penjaga perdamaian pada banyak daerah di dunia yang mengalami konflik. Trauma yang berkaitan dengan hidup di zona peperangan sering menyebabkan PTSD. Namun, sebuah studi tentang para penjaga perdamaian Belanda di Libanon menunjukkan bahwa mereka yang mengalami interaksi sosial dengan kadar tinggi memiliki lebih sedikit simtom PTSD (Dirkzwager, 2003).

Peneliti mencoba mengidentifikasi tipe-tipe dukungan sosial mana yang paling menolong dalam peristiwa hidup yang spesifik (Helgeson & COhen, 1996; Kuijer dkk, 2000). Misalnya, Shelley Taylor dan kawan-kawan telah mempelajari keefektifan tipe-tipe dukungan sosial yang berbeda yang diberikan pada penderita kanker (Dakof & Taylor, 1990; Taylor, 1986). Penilaian para pasien berbeda-beda dalam hal dukungan ini. Mereka mengira bahwa akan sangat menolong bila ada teman dekat, tetapi bukan dokter atau perawat, yang "hanya ada di sana". Di sisi lain, adalah penting bagi pasien untuk menerima informasi atau saran dari penderita kanker yang lain atau dari petugas medis, tetapi tidak dari keluarga dan teman. Tak peduli sumbernya--apakah dokter atau teman atau keluarga--pasien tidak menganggap kegembiraan yangd ipaksakan atau percobaan untuk meminimalkan imbas penyakit mereka sebagai bantuan. Gambar 12.9 memberikan perbandingan tentang tipe-tipe dukungan sosial yang dianggap sebagai bantuan paling baik bagi penderita kanker dibanding penderita penyakit yang tak mematikan, seperti sakit kepala kronis dan sindrom sakit perut yang mengganggu (Martin dkk, 1994). Data ini menunjukkan, sekali lagi, bahwa tipe dukungan sosial yang optimal adalah berbeda-beda untuk sumber-sumber stres yang berbeda. Dapatkah Anda memikirkan beberapa alasan kenapa dukungan emosional mungkin dapat lebih membantu bagi penderita kanker ketimbang bagi penderita penyakit yang tak mematikan?

peneliti juga mencoba menentukan kapankah sumber dukungan bisa meningkatkan kecemasan (Holahan dkk, 1997). Misalnya, bila seseorang memaksa untuk menemani Anda ke pertemuan dengan dokter atau wawancara kampus saat Anda lebih suka pergi sendiri, Anda mungkin mengalami kecemasan tambahan tentang situasi itu. Demikian juga, pasie dengan penyakit yang serius mungkin emndapati bahwa diri mereka tak dapat memenuhi harapan orang-orang ddalam lingkaran sosialnya.

Menguji Ide

Harapan dan Penyesuaian terhadap Penyakit Kronis

Sekelompok peneliti memeriksa bagaimana persepsi pasien tentang harapan dari orang-orang di sekitar mereka mempengaruhi penyesuaian mereka terhadap penyakit mereka. Para pasien berada dalam tahap terakhir penyakit ringan; semuanya membutuhkan analisis. Peneliti meminta para mereka untuk merespon terhadap pernyataan seperti "Kadang saya merasa bahwa keluarga dan teman saya mengharapkan saya menangani penyakit saya dengan lebih baik ketimbang yang saya bisa" dan "Kadang saya berpikri bahwa keluarga dan teman saya mengharap agar saya lebih bertanggung jawab atas perawatan saya, lebih banyak ketimbang yang saya bisa" untuk skala mulai dari sangat tidak setuju atau sangat setuju. Peneliti juga memperoleh pengukuran seberapa baik para pasien itu menangani penyakit mereka. Hasilnya menunjukkan kprelasi positif yang konstan antara harapan dan pengukuran atas kegelisahan. Misalnya, pasien yang menganggap harapan keluarga dan teman mereka terlalu besar cenderung meaporkan depresi dan kualitas hidup yang rendah (Hatchett dkk, 1997).

Tampaknya benar bahwa teman dan keluarga pasien ini memberikan yang terbaik untuk memberikan dukungan. namun demikian, harapan mereka atas pasien justru meningkatkan stres si pasien.

Menjadi bagian dari jejaring dukungan sosial yang efektif berarti bahwa Anda percaya orang lain akan ada di sana untuk Anda bila Anda membutuhkan mereka--bahkan walaupun Anda tidak meminta kepada mereka saat Anda mengalami stres. Salah satu pesan yang paling penting dari buku Psikologi dan Hidup ini adalah bahwa Anda harus selalu menjadi bagian dari jejaring dukungan sosial dan jangan pernah terisolasi secara sosial.

pada banyak segi dari diskusi tentang stres ini, kita telah mencatat efek stres pada ketentraman fisik maaupun psikologis. Sekarang kita akan langsung beralih pada bagaimana psikolog menerapkan pengetahuan riset mereka terhadap isu-isu tentang penyakit dan kesehatan.

Menguji Anda

-Apa sajakah respon-respon psikologis utama bagi stresor akut?

Mengapa stres kronis dapat memiliki imbas yang negatif pada tubuh dan pikiran?

-Apa kaitan antara peristiwa dalam hidup dan kesehatan?

-Situasi apa yang akan menyebabkan PTSD?

-Apa sajakah efek-efek dari kelupaan sehari-hari?

-Peran apa yang dimainkan oleh penialian kognitif dalam proses penanganan stres?

-Apa sajakah tipe-tipe strategi penanganan yang dapat digunakan untuk menangani stres?

-Mengapa dukungan sosial yang layak merupakan sumber daya yang penting dalam penanganan stres?

Psikologi Kesehatan

Berapa besar kontribusi proses psikologi Anda berpengaruh pada pengalaman And akan penyakit dan ketentraman? Kami telah memberikan alasan kepada Anda untuk percaya bahwa jawaban yang benar adalah "cukup besar". Pengakuan akan pentingnya faktor-faktor psikologis dan sosial pada kesehatan ini telah merangsang berkembangnya sebuah lapangan baru, psikologi kesehatan. Psikologi Kesehatan adalah cabang psikologi yang mencob amemahami cara orang tetap sehat, sebab-sebab mereka menjadi sakit, dan cara mereka erespon saat mereka sakit. Kesehatan merujuk pada kondisi umum dari tubuh dan pikiran yang kokoh. Kesehatan buakn semata-mata tidak adanya penyakit atau luka, tetapi lebih pada seberapa baik komponen-komponen tubuh Anda bekerja bersama. Kita akan memulai diskusi kita tentang psikologi kesehatan dengan mendeskripsikan bagaimana filosofi dasar bidang ini berangkat dari model pengakit medis Barat tradisional. Kemudian kita mempertimbangkan kontribusi psikologi kesehatan terhadap pencegahan dan perawatan penyakit dan disfungsi.

* MODEL BIOPSIKOSOSIAL KESEHATAN

Psikologi kesehatan dibimbing oleh sebuah model biopsikososial kesehatan. Kita dapat menemukan akar-akar perspektif ini pada budaya-budaya non-Barat. Untuk tiba pada definisi model biopsikososial ini, kita akan memulai dengan deskripsi atas beberapa tradisi non-Barat ini.

PRAKTEK KESEHATAN TRADISIONAL

Prinsip-prinsip pskologi telah diteapkan pada perawatan kesehatan dan pencarian akan kesehatan sepanjang zaman. Banyak budaya memahami pentingnya kesehatan komunal dan ritual-ritual relaksasi pada perluasan kualitas kehidupan. Misalnya, bagi suku Navajo, penyakit, kelainan dan ketentraman dikaitkan dengan harmoni sosial dan interaksi tubuh-pikiran. Konsep Navaji tentang hozho (diucapkan whoa-zo) berarti harmoni, ketenangan pikiran, kbaikan, hubungan keluarga yang ideal, keindahan pada seni dan kerajinan, dan kesehatan badan dan roh. Penyakit dilihats ebagaihasil dari disharmoni, yang disebabkan oleh setan yang bekerja melalui pelanggaran tabu, sihir, ketidaktaatan, atau mimpi buruk. Upacara-upacara penyembuhan tradisional mencoba melenyapkan penyakit dan merestorasi kesehatan, tidak hanya melalui obat dari shaman (dukun) melainkan juga melalui kombinaasi usaha dari semua anggota keluarga, yang bekejera bersama dengan oang yang sakit untuk mencapai keadaan hozho. Penyakit dari setiap anggota suku dilihat bukan sebagai tanggung jawab (dan kesalahan) pribadi melainkan sebagai tanda disharmoni lebih luas yang harus diperbaiki dengan upacara-upacara penyembuhan komunal. Orientasi kultural ini menjamin bahwa jejaring dukungan sosial yang kuat secara otomatis akan membantu si penderita.

Gambar dari suku Navajo

Suku Navajo, seperti orang-orang dari budaya-budaya lain di seluruh dunia, memberikan nilai yang tinggi pada estetika, harmoni keluarga, dan kesehatan fisik. Apa yang menurut orang Navajo merupakan sumber penyakit?

KE ARAH MODEL BIOPSIKOSOSIAL

Kita baru saja melihat bahwa praktek-praktek penyembuhan pada budaya non-barat mengasumsikan kaitan antara tubuh dan pikiran. Sebaliknya, pemikiran saintifik Barat modern telah menyandarkan diri secara eksklusif pada model biopsikososial yang memiliki konsepsi dualistik tentang tubuh dan pikiran. Menurut model ini, obat merawat tubuh fisik secara berbeda dari psyche; pikiran hanya penting untuk emosi dan kepercayaan dan tak berurusan dengan realitas tubuh. Namun, sejak itu para periset telah mulai mendokumentasikan tipe-tipe interaksi yang menjadikan model bipsikososial dapat diterapkan. Anda telah melihat beberapa buktinya: peristiwa hidup yang baik dan buruk dapat mempengaruhi fungsi kekebalan; orang lebih atau kurang kebal terhadap konsekuensi stres yang negatif, dukungan sosial yang kuat dapat mengurangi kemungkinan kematian. Realisasi ini menghasilkan tiga komponen model biopsikososial. Bio mengakui realitas penyakit biologis. Psiko dan sosial mengakui komponen kesehatan psikologis dan sosial.

Model biopsikososial menghubungkan Anda dengan kesehatan tubuh dengan keadaan pikiran Anda dan dunia di sekitar Anda. Psikolog kesehatan memandang ksehatan sebagai pengalaman yang dinamis dan multidimensional. Kesehatan yang optimal, atau ketentraman (well-ness), mencakup aspek-aspek fisik, intelektual, emosional, spiritual, sosial, dan lingkungan dari kehidupan Anda. Saat Anda melakukan suatu aktivitas dengan tujuan untuk mencegah penyakit atau mendeteksinya pada tahap asimtomatik, Anda sedang memperlihatkan perilaku kesehatan. Tujuan umum dari psikologi kesehatan adalah untuk menggunakan pengetahuan psikologi untuk mempromosikan ketentraman dan perilaku kesehatan yang baik. Sekarang mari kita melihat teori dan riset yang relevan dengan tujuan ini.

*PROMOSI KESEHATAN

Promosi kesehatan berarti membangun strategi umum dan taktik spesifik untuk menghapuskan atau mengurangi risiko bahwa orang akan menjadi sakit. Pencegahan penyakit pada abad ke-21 menghadapi banyak tantangan yang berbeda ketimbang permulaan abad ke-20. Pada 1900, sebab utama kematian adalah penyakit menular. Praktisi kesehatan pada saat itu meluncurkan revolusi pertama dalam kesehatan umum Amerika. Sejak itu, melalui penggunaan riset, pendidikan publik, pengembangan vaksin, dan perubahan dalam standar-standar kesehatan umum (seperti pengendalian sampah), mereka mampu mengurangi secara substansial kematian yang dikaitkan denagn penyakit seperti influenza, tubercolosis, polio, cacar dan campak.

Bila peneliti ingin berkontribusi pada kecenderungan ke arah peningkatan kualitas hidup, mereka harus mencoba untuk mengurangi kematian yang dikaitkan dengan faktor gaya hidup (lihat Tabel 12.7). Merokok, kelebihan bearat badan, makan makanan berlemak dan berkolesterol tinggi, meminum terlalu banyak alkohol, menyetir tanpa sabuk pengaman, dan hidup yang penuh stres memainkan peran utama dalam serangan jantung, kanker, stroke, kecelakaan, dan bunuh diri. Mengubah perilaku yang dikaitkan dengan penyakit peradaban ini akan mencegah lebih banyak penyakit dan kematian yang prematur.

Berdasarkan pengetahuan ini, maka menjadi mudah untuk membuat beberapa rekomendasi. Anda cenderung akan tetap sehat bila Anda mempraktekkan kebiasaan yang sehat, seperti yang didaftar pada Tabel 12.8. Banyak dari saran-saran ini yang mungkin sudah akrab dengan Anda. Namun, psikolog kesehatan akan menggunakan prinsip-prinsip psikologis untuk meningkatkan kemungkinan bahwa Anda akan benar-benar melakukan hal-hal yang Anda tahu baik bagi Anda. Untuk menunjukkan bagaimana hal itu bekerja, sekarang kita akan mempertimbangkan sepasang domain yang konkret: merokok dan AIDS.

Merokok

Adalah tidak mungkin untuk membayangkan bahwa siapa saja yang membaca buku ini tidak tahu bahwa merokok sangat berbahaya. Sekitar 440.000 orang mati setiap tahuin karena penyakit yang terkait dengan rokok (Fellows dkk, 2002). Namun demikian, 66.5 juta orang di AS masih merokok (Substance Abuse and Mental Health Services Administration, 2003). 70 persen dari perokok mengatakan bahwa mereka ingin berhenti tetapi tidak mampu (Centers for Disease Control and Prevention, 1997). Psikolog kesehatan akan memahami mengapa orang mulai merokok--sehingga psikolog dapat membantu pencegahannya--dan bagaimana membantu orang yang sedang berhenti merokok--sehingga mereka dapat memperoleh keuntungan substansial dari menjadi bekas-perokok.

TABEL 12.7

PENYEBAB UTAMA KEMATIAN, AS

urutan persentase kematian penyebab kematian kontributor

1 28,9 serangan jantung D,S

2 22,9 kanker D,S

3 6,8 Stroke D,S

4 5,1 Penyakit pernafasan S

5 4,0 Semua kecelakaan A/DA

Kecelakaan kendaraan A/DA

6 2,9 Diabetes D

7 2,6 Influenza dan pneumonia S

8 2,2 Alzheimer

9 1,6 Penyakit kidney D

10 1,3 Septicemia (bakteri dalam darah) A/DA

D=diet, S=merokok, A/DA=penyalahgunaan Alkohol/Obat-obatan

sumber: Arias & Smith, 2003

TABEL 12.8

Sepuluh langkah mencapai Ketentraman Personal

1. Berolahraga secara teratur.

2. Makan nutrisi dan makanan yang berimbang (banyak sayuran, buah, dan gandum; rendah lemak dan kolesterol).

3. Mempertahankan berat badan.

4. Tidur 7 atau 8 jam sertiap malam; istirahat/santais etiap hari.

5. Mengenakan sabuk pengaman dan helm.

6. Jangan merokok atau menggunakan obat-obatan terlarang.

7. Bila memang perlu, gunakan alkohol sesedikit mungkin.

8. Sex yang aman dan terlindung.

9. Melakukan checkup medis/gigi secara teratur, patuh pada peraturan medis.

10. Membangun perspektif yang optimistik dan persahabatan.

Analisis atas sebab mengapa orang merokok berfokus pada interaksi antara sebab alami dan pemeliharaan. Misalnya, sebuah studi membandingkan kembar monozygotik dan dizygotik dalam kemiripan penggunaan mereka atas tembakau (Kendler dkk, 2000). (Ingatlah bahwa kembar monozygotik memiliki materi genetis yang identik sementara kembar dizygotik sama dengan saudara sedarah yang lain). Data, yang didapat dari Swedish Twin registry, mncakup kembar yang lahir pada beberapa dekade. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12.9, kelahiran memberikan imbas yang besar pada angka pewarisan pada wanita tetapi tidak pada pria. Bagi pria, imbas genetis pada merokok sangat besar--semakin dekat angka dengan 1,0, semakin besar imbas genetis pada perilaku--dan stabil pada semua kelompok. Namun, bagi wanita, angkanya semakin lama semakin meningkat. Mengapa demikian? Peneliti menunjukkan bahwa "pengurangan pada batasan sosial atas merokok memungkinkan faktor-faktor genetik untu... mengungkapkan diri dengan lebih bebas (h. 891). Artinya, saat batasan sosial berkurang, wanita yang secara genetis cenderung merokok akan merokok.

Untuk memahami kaitan antara gen dan merokok, peneliti sering berfokus pada perbedaan kepribadian yang menunjukkan siapa yanga kan mulai merokok. Satu tipe kepribadian yang telah dikaitkan dengan permulaan merokok disebut sebagai pencari sensasi (Zuckerman, 1989). Orang yang dicirikan sebagai pencari sensasi cenderung lebuh mudah terlibat dalam kegiatan yang berisiko. Sebuat studi membandingkan penilaian kepribadian antara wanita dan pria pada pertengahan 1960-an (1964-1967) dengan perilaku merokok atau nonperokok pada akhir 1980-an (1987-1991). baik wanita maupun pria yang mengaku sebagai pencari sensasi pada 1960-an cenderung tetap merokok selama 20 atau 25 tahun kemudian (Lipkus dkk, 1994). Psikolog ksehatan memahami bahwa intervensi yang berhasil untuk mencegah memulai merokok harus memperhatikan aspek kepribadian yang membuat merokok menjadi menarik.

TABEL 12.9

Imbas Batasan Sosial pada Angka Pewarisan Penggunaan Tembakau Reguler

Pendekatan terbaik untuk merokok adalah tidak memulai sama sekali. Namun bagi mereka yang telah mulai merokok, apa yang dikatakan oleh riset tentang berhenti merokok? Walaupun banyak orang yang mencoba berhenti telah gagal, namun sekitar 35 juta orang Amerika telah berhenti merokok. 90 persen berhenti tanpa bantuan program perawatan profesional. Peneliti telah mengidentifikasi tahap-tahap yang harus dilalui orang, yang menyajikan kesediaan yang semakin kuat untuk berhenti (norman dkk, 1998, 2000):

*Prakontemplasi. Perokok belum berpikir untuk berhenti.

* Kontemplasi. Peroko berpikir tentang merokok tetapi belum melakukan perubahan perilaku apapun.

*Persiapan. Peroko siap untuk berhenti.

*Tindakan. Perokok melakukan tindakan ke arah berhenti merokok dengan menyiapkan tujuan-tujuan perilaku.

*Pengelolaan. Perokok sekarang adalah nonperokok dan mencoba tetap demikian.

Analisis ini menunjukkan bahwa tidak semua perokok setara dalam hal kesiapan untuk berhenti merokok. Intervensi dapat didesain sehingga menaikkan kesediaan perokok untuk berhenti, hingga akhirnya mereka secara psikologis siap untuk melakukan tindakan yang sehat.

Agar perawatan penghentian merokok berhasil, kebutuhan-kebutuhan fisiologis dan psikologis perokok harus dipenuhi (Tsoh dkk, 1997; US Department of Health and Human Services, 2000). Pada sisi fisiologis, perokok sebaiknay menerapkan terapi penggantian nikotin, seperti permen nikotin. Pada sisi psikologis, perokok harus memahami bahwa ada sejumlah besar nonperokok dan menyadari bahwa adalah mungkin untuk berhenti merokok. Lebih jauh, perokok harus mempelajari strategi untuk berhadapan dengan godaan yang besar untuk merokok yang menyertai setiap upaya untuk berhenti. Perawatan sering menerapkan teknok penanganan yang pernah kita diskusikan, yang memungkinkan orang untuk mengurangi efek stresor. Dalam hal merokok, orang didorong untuk menemukan cara menghidnari atau melarikan diri dari situasi yang mungkin saja dapat memunculkan dorongan untuk merokok lagi.

AIDS

AIDS adalah kependekan dari acquired immune deficiency syndrome. Walaupun ratusan ribu orang kini sekarat oleh penyakit mematikan ini, namun lebih banyak lagi yang hidup dengan infeksi HIV. HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang mengerang sel-sel darah putih (T lymphocytes) dalam darah manusia, yang kemudian merusak sistem kekebalan dan memperlemah kemampuan tubuh untuk menghadapi penyakit lain. Orang kemudian menjadi rawan infeksi terhadap banyak virus dan bakteria lain yang dapat menyebabkan penyakit mematikan seperti kanker, meningitis, dan pneumonia. Periode dari infeksi awal sampai terjadinya simtom (periode inkubasi) dapat memakan waktu lima tahun atau lebih. Walaupun sebagian besar dari jutaan pengidap HIV ini tidak mengidap AIDS (sebuah diagnosis medis), mereka harus hidup dengan stres berkelanjutan bahwa penyakit mematikan ini bisa saja muncul dengan tiba-tiba. Saat ini, ada perawatan yang menunda munculnya AIDS secara penuh, namun belum ada obat untuk AIDS atau vaksin untuk mencegah penyebrannya.

Virus HIV tidak menular melalui udara; ia membutuhkan akses langsung kepada aliran darah untuk menghasilkan infeksi. Virus HIV biasanya ditularkan dari satu orang ke orang lain dengan salah satu dari kedua cara ini: (1) pertukaran air mani atau darah selama kontak seksual dan (2) berbagi jarum suntik terinveksi yang digunakan untuk menyuntik obat. Virus juga telah menyebar melalui transfusi darah dan prosedur medis di mana darah atau organ yan terinfeksi diberikan secara tidak sengaja kepada orang yang sehat. Banyak orang yang menderita hemophilia mengidap AIDS dengan cara ini. Namun, setiap orang berisiko terkena AIDS.

Satu-satunya cara untuk melindungi diri sendiri agar tidak terinfeksi AIDS adalah mengubah kebiasaan gaya hidup yang berisiko. Ini berarti membuat perubahan permanen dalam pola perilaku seksual dan penggunaan obat-obatan. Psikolog kesehatan Thomas Coates adalah bagian dari tim riset multidisipliner yang menggunakan prinspi-prinsip psikologis dalam upaya terpadu untuk mencegah penularan AIDS yang lebih luas (Catania dkk, 1994, Kegelese dkk, 1996, 1999). Tim ini dilibatkan dalam banyak aspek psikologi terapan, seperti penilaian faktor-faktor risiko psikososial, pengembangan intervensi perilaku, melatih pemimpin masyarakat agar efektif dalam mendidik orang ke arah pola seksual dan obat-obatan yang lebih sehat, membantu dengan desain periklanan media dan kampanye informasi masyarakat, dan secara sistematis mengevaluasi perubahan-perubahan dalam sikpa, nilai, dan perilaku yang relevan. Intervensi atas AIDS yang berhasil membutuhkan tiga komponen (Fischer dkk, 1994, 1996; Yzer dkk, 1998):

* Informasi. Harus tersdia pengetahuan tentang bagaimana AIDS menular dan bagaimana penularan itu bisa dicegah; orang harus dibimbing untuk mempraktekkan seks yang lebih aman (misalnya, menggunakan kondom selama kontak seksual) dan menggunakan jarum yang steril.

* Motivasi. Orang harus diberi motivasi untuk mempraktekkan pencegahan AIDS.

* Keterampilan Behavioral. Orang harus diajari cara menggunakan pengetahuan.

Dari Gambar orang olahraga

Mengapa olahraga teratur merupakan komponen penting dalam rencana jangka panjang untuk mengurangi stres dan mempertahankan kesehatan?

Mengapa ketiga komponen ini harus ada? Orang mungkin sangat termotivasi tetapi tak punya oengetahuan, atau sebaliknya. Mereka mungkin memiliki pengetahuan dan motivasi yang cukup tetapi kekurangan keteramppilan yang dibutuhkan. Misalnya, mereka tidak tahu dengan tepat bagaimana mengatasi batasan sosial dalam meminta partner untuk menggunakan kondom (Leary dkk, 1994). Intervensi psikologis dapat menyediakan pengalaman permainan drama, atau keterampilan behavioral lain, untuk membuat batasan itu menjadi tamopak kurang signifikan.

* PERAWATAN

Perawatan berfokus pada membantu orang menyesuaikan diri dengan penyakit dan sembuh dari penyakit itu. Kita akan melihat tiga aspek dari perawatan. Pertama, kita pertimbangkan peran psikolog dalam mendorong pasien untuk patuh pada aturan yang diberikan oleh praktisi kesehatan. Kemudian, kita akan melihat teknik-teknik yang memungkinkan orang untuk secara eksplisit menggunakan teknik-teknin psikologis untuk mengendalikan respon tubuh. Akhirnya, kita akan memeriksa contoh-contoh di mana pikiran dapat berperan pada penyembuhan tubuh.

KEPATUHAN PASIEN

Pasien sering diberi aturan penyembuhan. Ini bisa mencakup medikasi, perubahan diet, periode istirahat dan olahraga, dan prosedur lanjutan seperti checkup berkala, latihan rehabilitasi, dan kemoterapi. Kegagalan dalam mematuhi aturan ini merupakan salah satu problem serius dalam pemeliharaan kesehatan (Clark & Becker, 1998). rata-rata ketidakpatuhan pasien kira-kira sebesar 50 persen terhadap beberapa aturan. riset terkini berfokus pada tipe-tipe perbedaan yang mengarahkan individu untuk patuh sementara yang lain tidak.

Menguji Ide

Kepatuhan pasien pada Hemodialisis

Sekelompok peneliti memeriksa relevansi gaya perhatian dalam memonitor pada kepatuahn pasien. Saat sakit, sebagian orang memberikan perhatian besar pada semua aspek penyakit--mereka disebut pemonitor tinggi. Sebaliknya, pemonitor rendah cenderung kurang memfokuskan perhatian mereka pada penyakit. pada awalnya, ini mungkin tak terlihat berbahaya. Namun, karena fokus perhatian yang ketat, pemonitor tinggi cenderung melebih-lebihkan bahaya penyakit mereka. Akibatnya, pemonitor tinggi memiliki kontrol persepsi yang lebih rendah terhadap penyakit mereka--yang, seperti ditunjukkan oleh riset, dapat mengurangi kepatuhan mereka pada aturan perawatan. Pada studi ini, riset menilai sekelompok pasien atas gaya perhatian dalam memonitor mereka dan juga kontrol persepsi dan kepatuhan pada aturan. hasilnya sesuai dengan pola yang telah dijabarkan oleh peneliti. Bila dibandingkan dengan pemonitor rendah, pemonitor tinggi mempersepsi lebih rendah terhadap penyakit mereka dan juga cenderung kurang mematuhi aturan yang diberikan oleh dokter mereka (Christensen dkk, 1997).

Sebelum membaca studi ini, Anda mungkin telah berpikir bahwa orang yang sangat terfokus pada penyakit mereka akan cenderung memperhatikan diri sendiri dengan baik. Namun, data menunjukkan bahwa bahwa terlalu ketat dalam berfokus pada penyakit dapat menyebabkan hasil yang lebih buruk--dan, dengan demikian, menjauh dari harapan akan sembuh karena membuat pasien takut mengambil langkah yang diperlukan.

Riset telah menunjukkan bahwa profesional perawatan kesehatan dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kepatuhan pasien mereka. pasien lebih puas dengan perawatan kesehatan mereka saat mereka percaya bahwa keruwetan perawatan akan sesuai dengan imbalannya, yaitu kesembuhan. Mereka juga cenderung akan taat kepada aturan bila praktisi berkomunikasi dengan jelas, meyakinkan bahwa pasien mengerti apa yang telah dikatakan, bersikap sopan, dan memperlihatkan perhatian dan dukungan . Selain itu, profesional kesehatan juga harus mengenali peran norma-norma kultural dan sosial dalam proses perawatan dan melibatkan keluarga dan teman saat dibutuhkan. Bebeapa praktisi kesehatan yang kritis terhadap profesi mereka yang menyandarkan diri pada model biomedis yang ketinggalan zaman berpendapat bahwa para dokter harus diajari untuk mengasihi agar dapat menyembuhkan (Siegel, 1988). Strategi untuk membuat patuh pasien yang berkembang dari riset psikologis juga digunakan untuk mengatasi kurangnya kerjasama antara pasien dan praktisi (Putnam dkk, 1994; Zimbardo & Leippe, 1991).

PSIKOLOGI PADA ABAD KE-21

Orang Sehat pada 2010

Bila Anda tinggal di AS, pemerintah Anda mempunyai rencana untuk beberapa tahun ke depan: US Department of Health and Human Services telah mengajukan sebuah program yang bernama Healthy People 2010 yang mengkonkretkan rekomendasi bagi perilaku yang dibutuhkan bagi kesehatan personal dan sosial. Program ini memiliki dua tujuan besar: (1) mengurangi kesenjangan dalam status kesehatan pada berbagai populasi, seperti kaum miskin, minoritas, dan anak-anak, dan (2) meningkatkan jangka waktu kehidupan yang sehat. Psikolog akan berperan dalam kedua tujuan ini. Pada tujuan yang pertama, kesehatan mental dimasukkan dalam kategori "status kesehatan". Pada beberapa tahun belakangan, psikolog telah mengaloksikan cukup banyak tenaga dalam riset dan praktek untuk meningkatkan perawatan kesehatan mental untuk berbagai komunitas. Tujuan yang kedua berkaitan langsung dengan keahlian kesehatan yang diajukan para psikolog dalam prmomosi kesehatan. Progam Healthy People 2010 ingin agar orang mengubah perilaku mereka yang terkait dengan kesehatan. Seperti yang telah kita lihat, ini adalah topik yang penting dalam riset psikologi kesehatan.

Untuk meluaskan klaim itu, mari kita lihat sepasang tujuan spesifik dari Healthy People 2010:

* Mengurangi proporsi orang dewasa yang terlibat dalam aktivitas selain waktu senggang dari 40 persen menjadi 20 persen.

* Meningkatkan proporsi orang dewasa yang terlibat secara reguler dalam aktivitas fisik menengah (30 menit, setiap hari) dari 15 persen menjadi 30 persen.

Anda mungkin tahu mengapa Healthy People 2010 ingin Anda melakukan olahraga yang reguler: Peningkatan besar dalam kesehatan dicapai melalui latihan aerobik seperti bersepeda, berenang, berlari, atau bahkan jalan cepat. Aktivitas-aktivitas ini mengarah kepada peningkatan kbugaran jantung dan sistem pernafasan, peningkatan pada kekuatan otot, dan banyak keuntungan lain.

Jadi, bagaimana pengetahuan Anda tentang psikologi kesehatan dapat membantu orang menggapai keuntungan-keuntungan ini? Peneliti sedang mengeksplorasi pertanyaan tentang siapa yang berolahraga secara teratur dan mengapa demikian, dan juga mencoba menentukan program-program atau strategi apa yang paling efektif dalam membuat orang mau memulai dan melanjutkan olahraga (Dishman & Buckworth, 1997). Faktanya, banyak dari model yang serupa yang telah kita bahas untuk meningkatkan kesiapan orang untuk berhenti merokok, dapat diterapkan pada kesiapan orang untuk mulai berolahraga (Marshall & Biddle, 2001; Myers & Roth, 1997). Pada tahap prakontemplasi, seseorang masih terfokus pada batasan untuk berolahraga (miaslnya, terlalu sedikit waktu, tak ada partner olahraga) ketimbang keuntungan (misalnya, membantu relaksasi, meningkatkan penampilan). Saat ia melintasi tahap-tahap kontemplasi dan persiapan untuk menuju ke arah tahap berolahraga, penekananya bergeser dari batasan ke keuntungan.

Bila Anda kini tidak berolahraga secara teratur, bagaimana Anda dapat melangkah lebih jauh dari prakontemplasi? Riset menunjukkan bahwa orang dapat mempelajari strategi yang memungkinkan mereka untuk mengatasi rintangan untuk berolahraga (Simkin & Gross, 1994). Anda dapat memperlakukan olahraga seperti situsi yang lain di mana Anda menggunakan penilain kognitif untuk berhadapan dengan stres. Cobalah menstrukturasi kehidupan Anda sehingga olahraga menjadi kesenangan yang menyehatkan. Anda juga harus sadar bahwa banyak mahasiswa yang "rebounds" baik dalam pola makan maupun olahraga: Saat periode stres akademik telah lewat, mereka kembali dari pola makan yang buruk dan olahraga yang minimal kepada perilaku yang sehat (Griffin dkk, 1993). Mungkinkah Anda menstrukturasi pikiran Anda untuk menghindari pola ini? Cobalah membantu Healthy People 2010 mencapai tujuannya!

MENGEKANG PIKIRAN UNTUK MENYEMBUHKAN TUBUH

Seringkali, perawatan yang mewajibkan pasien untuk patuh melibatkan komponen psikologis. Banyak peneliti kini percaya bahwa strategi psikologis dapat meningkatkan ketentraman. Misalnya, banyak orang bereaksi kepada stres dengan tegang, yang menghasilkan otot yang mengencang dan tekanan darah yang tinggi. Untungnya, banyak respn yang tegang dapat dikendalikan dengan teknik psikologis seperti relaksasi dan biofeedback.

Relaksasi dengan meditas memiliki akar yang sangat tua di banyak belahan dunia. Pada budaya-budaya Timur, cara untuk menenangkan pikiran dan menenangkan ketegangan tubuh telah dipraktekkan selama berabad-abad. Kini, disiplin Zen dan latihan yoga dari Jepang dan India bagi banyak orang di sana dan juga Barat--yang meningkat dengan cepat. Bukti yang semakin banyak menunjukkan bahwa relaksasi yang lengkap adalah respon antistres yang potensial (Deckro dkk, 2002). Respon relaksasi adalah sebuah kondisi di mana ketegangan otot, aktivitas kortikal, detak jantung, dan tekanan darah menurun dan nafas menjadi lambat (Benson & Stuart, 1992; Friedman dkk, 1996). Ada pengurangan aktivitas kelistrikan di dalam otak, dan masukan pada sistem syaraf pusat dari lingkungan luar menjadi lebih rendah. Pada tahap pembangkitan ini, penyembuhan dari stres dapat terjadi. Empat syarat yang yang dianggap penting untuk memproduksi respon relaksasi: (1) lingkungan yang tenang, (2) mata tertutu, (3) posisi nyaman, dan (4) peralatan mental yang repetitif (diulang-ulang) seperti mantra singkat yang diulang-ulang. Ketiga syarat yang pertama merendahkan masukan pada sistem syaraf pusat, sedangkan syarat yang keempat merendahkan stimulasi internalnya.

Gambar dari Meditasi

Mengapa relaksasi melalui meditasi mempunyai keuntungan kesehatan?

Biofeedback adalah sebuah teknik pengaturan diri yang digunakan untuk beragam penerapan khusus, seperti kontrol atas tekanan darah, relaksasi otot-otot dahi (terlibat dalam ketegangan sakit kepala), dan bahkan dalam menghapuskan luka yang serius. Dipelopori oleh psikolog Neal Miller (1978), biofeedback adalah sebuah prosedur yang membuat individu sadar pada respon-respon yang biasanya lemah atau internal dengan memberikan tanda-tanda eksternal yang jelas. pasien dapat "melihat" reaksi-reaksi tubuhnya sendiri, yang dimonitor dan diperjelas dengan peralatan yang mengubah sinyal menjadi cahaya dan isyarat suara dengan beragam intensitas. tugas pasien adalah mengontrol tingkat isyarat eksternal ini.

Mari kita membahas salah satu penerapan biofeedback. Peserta yang menderita baik tekanan darah maupun tekanan darah tinggi dibawa ke laboratorium (rau dkk, 2003). Umpan balik dari peralatan, yang mengukur indeks tekanan darah peserta pada setiap daur jantung, dikirimkan ke layar komputer sehingga balok-balok hijau mengindikasikan perubahan-perubahan pada arah yang benar dan balok-balok hijau mengindikasikan perubahan-perubahan pada arah yang salah. Selain itu, peneliti memberikan penguatan verbal: "Anda melakukannya dengan benar!" Setelah tiga sesi latihan, para peserta mampu menaikkan atau menurunkan tekanan darah mereka, seperti yang diinginkan. Bila Anda memerhatikan tekanan darah Anda atau kelainan fisik lain, hasil dari riset jeni ini mungkin akan mendorong Anda untuk melakukan semacam biofeedback sebagai komplemen untuk obat-obatan.

PSIKONEUROIMMUNOLOGI

pada awal 1980-an, peneliti memperoleh serangkaian penemuan yang mengkonfirmasi cara lain di mana pikiran mempengaruhi tubuh: Keadaan psikologis dapat memiliki imbas pada fungsi kekebalan. Secara historis, ilmuwan mengasumsikan bahwa reaksi-reaksi imunologis--produksi cepat antibodi-antibodi untuk melawan substansi yang menginvasi dan merusak organisme--adalah proses-proses biologis otomatis yang terjadi tanpa keterlibatan sistem syaraf pusat. Namun, eksperimen-eksperimen pengkondisian dari tipe yang kita gambarkan pada Bab 6 membuktikan bahwa sumsi itu tidak tepat.

Menguji Ide

Fungsi Pengkondisian dan Kekebalan

Periset handal Robert Ader dan Nicholas Cohen (1981) mengajari sekelompok tikus untuk mengaitkan sacharin yang manis dengan cyclophosphamide (CY), sebuah obat yang memperlemah respon kekebalan. Sebuah kelompok kontrol hanya menerima sacharin. Kemudian, saat kedua kelompok tikus hanya diberi sacharin, hewan yang telah dikondisikan untuk mengaitkan sacharin dengan CY memproduksi antibodi yang secara signifikan lebih sedikit terhadap sel-sel asing ketimbang tikus dalam kelompok kontrol. Maka, asosiasi yang dipelajari saja sudah cukup untuk menghasilkan supresi (tekanan) atas sistem kekebalan, membuat tikus-tikus eksperimen tetap rentan terhadap beberapa penyakit. Efek pembelajaran sangat hingga beberapa tikus mati setelah hanya meminum larutan sacharin.

Hasil seperti ini menunjukkan dengan jelas bahwa fungsi kekebalan dapat termodifikasi oleh keadaan psikologis. Sebuah bidang baru, psikoneuroimmunologi, telah muncul untuk mengeksplorasi hasil-hasil semacam ini yang melibatkan psikolohi, sistem syaraf, dan sistem kekebalan (Ader & Cohen, 1993; Coe, 1999).

Riset dalam 25 tahun terakhir telah mengkonfirmasikan bahwa stresor--dan bagaimana orang menghadapinya--memiliki imbas yang konsisten pada kemampuan sistem kekebalan untuk berfungsi dengan efektif (Kielcot-Glaser dkk, 2002). Pertimbangkan salah satu fungsi mendasar dari sistem kekebalan, untuk menyembuhkan luka kecil pada kulit Anda. Pada sebuah studi, tim riset yang dipimpin oleh Janet Kiecolt-Glaser memberikan 13 luka kecil pada kulit kepada 13 perawat kerabat yang menderita Alzheimer dan 13 peserta kontrol. Secara rata-rata, perawat Alzheimer, yang mengalami stres kronis, memerlukan waktu 9 hari lebih panjang untuk menyembuhkan luka mereka (Kiecolt-Glaser dkk, 1995)! Riset seterusnya memeriksa mekanisme psikologis yang mendasari efek ini. Misalnya, seperti terlihat pada Gambar 12.10, peserta yang melaporkan tingkat stres yang lebih tinggi dalam hidup mereka memiliki substansi kritis yang lebih rendah yang mengatur penyembuhan pada luka (Glaser dkk, 1999). Anda dapat melihat dari data ini betapa kecil perbedaan pada tingkat stres mampu mempengaruhi kecepatan tubuh seseorang dalam menyembuhkan luka yang paling kecil. Dari wawasan mendasar ini, Anda dapat memahmi mengapa riset menunjukkan bahwa respon stres memainkan pean yang sangat profan dalam kaitannya dengan kemajuan kondisi medis yang serius seperti penyakit berinfeksi dan kanker. Peneliti ingin memahami bagaimana pikiran mempengaruhi fungsi kekebalan sehingga mereka bisa mengekang kekuatan itu untuk memperlambat penyakit yang serius ini.

IMBAS PSIKOLOGIS PADA HASIL KESEHATAN

Diskusi tentang psikoneuroimmunologi memungkinkan Anda untuk memahami potensi faktor-faktor psikologis untuk memiliki imbas pada kesehatan fisik Anda. faktanya, peneliti telah mendesain program manajemen stres yang diharapkan dapat memberikan pasie sumber-sumber aya penanganan untuk mengubah konsekuensi penyakit ini. Ingatlah diskusi kita yang lebih awal tentang dukungan sosial sebagai sumber daya penanganan. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa pasien yang terlibat dalam kelompok dukungan memiliki waktu untuk bertahan yang lebih lama terhadap penyakit yang serius. Misalnya, pda satu kelompok wanita yang menderita kanker payudara metastatik, mereka yang terlibat pada kelompok terapi selamat selama 36,6 bulan, dibandingkan dengan 18,9 bulan bagi kelompok kontrol (Spiegel dkk, 1989). Walaupun tidak ssemua studi telah mengkonfirmasikan bahwa dukungan sosial membantu meningkatkan masa survival, peserta dalam program manajemen stres secara konsisten memiliki fungsi psikologis yang lebih dan kualitas hidup yang lebih baik selama menderita penyakit mereka (Claar & Blumenthal, 2003).

GAMBAR 12.10

Stres yang dipersepsi dan fungsi kekebalan

Peneliti memmbuat luka standar pada lengan peserta. 24 jam kemudian, peserta melaporkan stres pada kehidupan sehari-hari mereka *skor tinggi menunjukkan stres yang lebih tinggi). peneliti juga mengambil sampel dari luka untuk menilai tingkat substansi IL-i@, yang mengatur fungsi kekebalan. data menunjukkan bahwa peserta dengan stres paling tinggi memiliki IL-l@ paling rendah.

Satu catatan akhir harus diperhatikan. Apakah Anda pernah memiliki rahasia yang terlalu memalukan untuk diungkapkan kepada orang lain? Bila demikian, berbicara tentang rahasia itu akan sangat meningkatkan kesehatan Anda. Inilah kesimpulan dari sebuah riset besar oleh psikolog kesehatan James Pennebaker (1990, 1997; Petrie dkk, 1998), yang telah menunjukkan bahwa pikiran-pikiran yang menekan dan perasaan yang dikaitkan dengan trauma personal, kegagalan, dan rasa bersalah atau pengalaman memalukan cuku menguras kesehatan mental dan fisik. Pencegahan semacam ini secara psikologis merupakan kerja keras dan merendahkan pertahanan tubuh dalam melawan penyakit. Pengalaman dalam membuka diri biasanya disusul oleh peningkatan kesehatan fisik dan psikologis berminggu-munggu dan berbulan-bulan kemudian. Pertimbangkan efek-efek pengungkapan emosional pada fungsi orang dewasa yang menderita rehumatoid arthritis.

Menguji Ide

Keuntungan Kesehatan dari Pengungkapan Emosional

72 orang dewasa dengan rheumatoid arthritis berpartisipasi dalam studi ini. Penyakit ini menyebabkan rasa panas yang kronis pada sendi-sendir peripheral, disertai rasa sakit dan ketidakmampuan. Penelitis membuat hipotesis bahwa sesi-sesi pengungkapan emosional mungkin akan menolong mengurangi stres yang berkaitan dengan penyakit ini dan, dengan demikian, mengurangi problem-problem dalam kehidupan sehari-hari. Setengah dari para pasien ini ditempatkan dalam kelompok pengungkapan dan menghabiskan 15 menit selama empat hari berturut-turut untuk merekam dengan tape recorder tentang perasaan terdalam mereka sekitar peristiwa hidup yang membuat stres. Kelompok kontrol menghabiskan waktu yang sama dalam tugas yang netral, yaitu memberikan deskripsi tentang lanskap berwarna. Pada jangka pendek, para pasien yang mengungkapkan diri menjadi lebih buruk--tugas itu membangkitkan beberapa emosi negatif. Namun, tiga bulan setelah perawatan, kelompok pengungkapan mengalami disfungsi fisik yang lebih sedikit--misalnya, problem yang lebih sedikit dalam berjalan dan membelok--ketimbang anggota kelompok kontrol (Kelley dkk, 1997).

Gambar dari curhat

Bila Anda menungkapkan pikiran dan perasaan personal Anda kepada seorang teman, mengapa hal itu bisa jadi memiliki imbas postif pada kesehatan Anda?

Bagi para pasien dalam kelompok pengungkapan, tindakan yang relatif sederhana dalam mengungkapkan perasaan, dalam keadaan sendiri, kepada tape recorder menghasilkan peningkatan yang terukur dalam fungsi-fungsi tubuh mereka.

*KEPRIBADIAN DAN KESEHATAN

Apakah Anda mengenal seseorang seperti ini: Seseorang yang ingin sukses, tak peduli apapun rintangannya; seseorang yang oleh kelas pada sekolah tinggi akan dipilih sebagai "Yang paling mungkin akan menderita serangan jantung sebelum usia 27 tahun"? Apakah Anda adalah orang tersebut? Seperti yang telah Anda amati tentang bagaimana orang menjalani hidup sementara yang lain melangkah dengan lebih santai, Anda mungkin bertanya-tanya apakah kepribadian yang berbeda ini mempengaruhi kesehatan. Riset dalam psikologi kesehatan sangat menunjukkan bahwa jawabannya adalah ya.

Pada 1950-an, Meyer Friedman dan ray Rosenman melaporkan apa yang telah dicurigai sejak zaman pruba: Ada hubungan antara konstelasi sifat-sifat kepribadian dengan kemungkinan sakit, terutama jantung koroner (Friedman & Rosenman, 1974). Peneliti mengidentifikasi dua pola perilaku yang diberi nama Tipe A dan Tipe B. Pola perilaku Tipe A adalah sebuah pola kompleks dari perilaku dan emosi yang mencakup kompetetif secara berlebihan, agresif, tidak sabaran, mementingkan waktu, dan kejam. Orang Tipe A sering tidak puas dengan aspek-aspek sentral dalam kehidupan mereka, sangat kompetitif dan ambisius, dan seringkali merupakan penyendiri. Pola perilaku Tipe B adalah apa saja yang bukan Tipe A--orang yang kurang kompetitif, kurang kejam, dan sebagainya. yang penting, pola-pola perilaku ini memiliki imbas pada kesehatan. Pada diskusi awalnya, Friedman dan Rosenman melaporkan bahwa orang yang menunjuukkan pola-pola perilaku Tipe A sangat mungkin terkena jantung koroner ketimbang orang biasa pada populasi umum.

Menguji Ide

Kekejaman dan Jantung Koroner

Sebuah studi longitudinal dimulai pada 1986, dengan 774 pria pada sampel yang bebas dari penyakit cardiovascular (Niaura dkk, 2002). Pada 1986, tingkat kekejaman setiap peserta diukur (menggunakan serangkaian pertanyaan dari minnesota multiphasic Personality Inventory, sebuah peralatan yang akan kami deskripsikan pada Bab 13). Kekejaman didefinisikan sebagai konsistensi pada cara orang melihat dunia dan orang lain dengan cara yang sinis dan negatif. Untuk menunjukkan hubungan antara kekejaman dengan jantung koroner, peneliti memilah skor kekejaman ke dalam kelompok persentase. Seperti ditunjukkan pada Gambar 12.11, mereka yang skor kekejamannya di atas 20 persen memiliki espisode insiden jantung koroner yang besar pada tahun-tahun berikutnya. Pada sampel ini, kekejaman adalah peramal yang lebih baik untuk munculnya penyakit pada masa depan ketimbang faktor-faktor risiko behavioral seperti merokok dan minum minuman keras.

Karena pola perilaku Tipe A memiliki banyak komponen, para peneliti memfokuskan perhatian mereka untuk mengidentifikasi elemen-elemen spesifik Tipe A yang paling sering membuat hidup orang berisiko. Sifat kepribadian yang muncul dengan paling kuat sebagai "racun" adalah kekejaman.

Kekejaman dapat mempengaruhi kesehatan oleh sebab fisiologis--dengan menyebabkan pembangkitan berlebihan yang kronis pada respon stres tubuh--dan sebab psikologis--dengan menyebabkan orang yang kejam mempraktekkan kebiasaan kesehatan yang buruk dan menghindari dukungan sosial (Smith & Ruiz, 2002).

kabar baiknya adalah bahwa para peneliti telah mulai menerapkan perawatan behavioral untuk mengurangi kekejaman dan aspek lain dari pola perilaku Tipe A (Smith & Ruiz, 2002; Thoresen % Powell, 1992). Misalnya, sebuah intervensi diarahkan pada para pria yang sangat tinggi yang didiagnosis menderita jantung koroner (Gidron dkk, 1999). Sebagai bagian dari intervensi itu, para pria diajarkan untuk menggunakan penanganan yang berfokus pada problem untuk mengurangi kemarahan; mereka diajarkan untuk menggunakan restrukturasi kognitif untuk mengurangi sinisme. Setelah depan minggu, mereka yang berada pada kelompok intevensi melaporkan secara konsisten tingkat kekejaman yang lebih rendah ketimbang mereka yang berada dalam kelompok kontrol (yang tak diintervensi). Selain itu, para pria dalam kelompok intervensi memiliki tekanan darah rata-rata yang lebih rendah ketimbang kelompok kontrol. Apakah Anda mengenali diri Anda sendiri pada definisi tentang kekejaman? Bil amemang demikian, Anda harus melindungi kesehatan Anda dengan mencari intervensi tipe ini.

GAMBAR 12.11

Kekejaman meramalkan jantung koroner

Peserta studi dibagi ke dalam grup persentase berdasarkan laporan diri mereka tentang kekejaman. Orang yang skornya di atas 20 persen pada pengukuran (yaitu kelompok yang lebih besar dari 80 persen) memiliki tingkat jantung koroner yang tinggi.

Untuk mengakhiri seksi tentang kepribadian dan kesehatan ini, kami ingin mengingatkan Anda pada konsep optimisme yang kami perkenalkan pada Bab 12. kami melihat bahwa orang-orang yang optimistik menyalahkan sebab kegagalan kepada sebab-sebab eksternal dan peristiwa yang membuatnya tidak stabil atau tak dapat dimodifikasi (Seligman, 1991). Tipe penanganan ini memiliki imbas yang kuat pada ketentraman orang yang optimistik. Peneliti telah mendemonstrasikan bahwa optimisme memiliki imbas pada fungsi sistem kekebalan (Segerstrom dkk, 1998). Orang yang optimistik memiliki simtom penyakit fisik yang lebih sedikit, lebih cepat sembuh dari penyakit tertentu, lebih sehat secara umum, dan hidup lebih lama (hegelson, 2003; Peterson dkk, 1988). pandangan yang positif akan mengurangi pengalaman tubuh Anda akan stres dan membuat Anda cenderung melakukan perilaku yang lebih sehat.

*JOB BURNOUT DAN SISTEM PERAWATAN KESEHATAN

Satu fokus terakhir dari psikologi kesehatan adalah membuat rekomendasi tentang desain sistem perawatan kesehatan. Misalnya, para peneliti telah memeriksa stres yang berkaitan dengan penyedia layanan-kesehatan. Bahkan penyedia layanan-kesehatan yang paling antusias pun harus melawan stres emosional saat bekerja secara intensif dengan sejumlah besar orang yang emnderita beragam problem personal, fisik dan sosial.

Tipe khusus stres emosional yang dialami oleh para profesional kesehatan dan praktisi kesejahteraan ini diberi nama burnout oleh Christina Maslach, seorang peneliti terkemuka atas masalah yang menyebar luas ini. Job burnout adalah sebuah sindrom kelelahan emosional, depersonalisasi, dan pencapaian personal yang berkurang yang sering dialami oleh para pekerja dalam profesi yang menuntut kontak interpersonal dengan intensitas tinggi dengan pasien, klien, atau publik. praktisi kesehatan mulai kehilangan perhatian dan perhatian mereka pada pasien dan mungkin memperlakukan pasien dengan cara yang ceroboh dan bahkan tidak manusiawi. Mereka merasa buruk tentang diri mereka sendiri dan cemas bahwa mereka akan gagal. Burnout berkorelasi dengan absen dari pekerjaan dan pemindahan tugas, hasil kerja yang buruk, relasi yang buruk dengan rekan kerja, problem keluarga, dan kesehatan personal yang buruk (Maslach dkk, 2001; Schaufeli dkk, 1993).

Job burnout dalam angkatan kerja masa kini mencapai tingkat tertinggi karena efek-efek pengetatan organisasional, restrukturasi pekerjaan, dan perhatian yang lebih besar kepada keuntungan ketimbang moral dan kebahagiaan karyawan. Burnout kemudian bukan sekadar perhatian pada pekerja dan perawat kesehatan, melainkan juga mengungkapkan disfungsi organisasional yang harus dikoreksi dengan memeriksa ulang tujuan, bilai, beban kerja, dan struktur imbalan (leiter & Maslach, 2000; Maslach & Leiter, 1997).

Rekomendasi apa yang dapat dibuat? Sejumlah faktor sosial dan situasional mempengaruhi kejadian dan tingkat burnout dan, imbasnya, menunjukkan cara-cara mencegah atau meminimalisasinya (Leiter & Maslach, 2000; Prosser dkk, 1997). Misalnya, kualitas interaksi pasein-praktisi sangat dipengaruhi oleh jumlah pasien yang ditangani oleh seorang praktisi--semakin besar jumlahnya, semakin besar beban kerja kognitif, sensori, dan emosional. Faktor lain dalam kualitas dari interaksi itu adalah jumlah kontak langsung dengan psien. Semakin panjang jam kerja dengan kontak yang langsung dan etrus menerus dengan pasien berkolerasi dengan burnout yang lebih besar. Ini terutama benar saat kontak itu sulit dan membuat gugup, seperti kontak dengan pasien yang sekarat (Catalan dkk, 1996). Kekang emosional dari kontak berkepanjangan semacam ini dapat dilonggarkan dengan sejumlah sarana. Misalnya, praktisi dapat memodifikasi jadwal kerjanya agar dapat menarik diri secara temporer dari situasi dengan tingkat stres yang tinggi seperti ini. Mereka dapat melakukan kontak tim ketimbang kontak individual. Mereka dapat menyusun kesempatan untuk mendapatkan umpan balik dari upaya mereka.

*TOAST UNTUK KESEHATAN ANDA

Kini tiba saatnya untuk beberapa saran akhir. Bukannya menunggu stres atau penyakit untuk datang dan kemudian bereaksi terhadapnya, Anda lebih baik menetapkan tujuan dan menstruktur hidup Anda dengan cara yang cenderung akan memperkokoh fondasi yang sehat. Sembilan langkah ke arah kebahagiaan dan kesehatan mental yang lebih baik berikut ini disajikan sebagai panduan untuk mendorong Anda untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam kehidupan Anda dan untuk menciptakan lingkungan psikologis yang lebih positif bagi diri Anda sendiri dan orang lain. Pertimbangkanlah langkah-langkah ini sebagai resolusi akhir tahun.

1. Jangan pernah katakan yang buruk-buruk tentang diri Anda sendiri. Carilah sumber kebahagiaan Anda dalam elemen-elemen yang dapat dimodifikasi oleh tidnakan pada masa depan. Berilah diri Anda sendiri dan orang lain hanya kritik yang konstruktif--apa yang dapat dilakuakn secara berbeda pada saat lain saat Anda ingin meraih apa yang Anda inginkan?

2. Bandingkan reaksi, pikiran, dan perasaan Anda dengan teman-teman, rekan kerja, anggota keluarga, dan orang lain sehingga Anda dapat mengukur kepantasan dan relevansi respon Anda terhadap norma sosial yang dapat diterima.

3. Milikilah beberapa teman dekat yang dapat berbagi perasaan, kebahagiaan, dan kecemasan, Bekerjalah untuk membangun, mempertahankan, dan memperluas jejaring dukungan sosial Anda.

4. Kembangkanlah suatu rasa akan perspektif waktu yang berimbang di mana Anda akan mampu secara fleksibel memfokuskan diri pada tuntutan dari tugas, situasi dan kebutuhan Anda; jadilah berorientasi pada masa depan, saat ada tugas yang harus dilakukan, berorientasi pada masa kini saat tujuan telah tercapai dan ada kesenangan, dan berorientasi pada masa lalu untuk menjaga agar Anda tetap bersentuhan dengan akar Anda.

5. Selalu hargailah sukses dan kebahagiaan Anda (dan bagilah perasaan positif Anda dengan orang lain). Daftarlah kualitas-kualiats yang menbuat Anda spesial dan unik--itulah yang dapat Anda tawarkan kepada orang lain. Misalnya, seorang pemalu dapat memberikan orang yang cerewet saat untuk mendengarkan dengan penuh perhatian. Kenalilah sumber kekuatan personal dan sumber daya penanganan yang tersedia bagi Anda.

6. Saat Anda merasa kehilangan kontrol atas emosi Anda, jauhkanlah diri Anda dari situasi itu dengan meninggalkannya secara fisik, memainkan peran orang lain dalam situasi atau konflik itu, memproyeksikan imajinasi Anda pada masa depan untuk mencapai perspektif tentang apa yang tampaknya akan masalah yang saat ini tampak terlalu berat, atau berbicara kepada pendengar yang simpatik. Izinkan diri Anda untuk merasakan dan mengekspresikan emosi-emosi Anda.

7. Ingatlah bahwa kegagalan dan kekecewaan kadang-kadang merupakan berkah yang menyamar. Mereka barangkali mengatakan kepada Anda bahwa tujuan Anda tidak tepat bagi Anda atau mungkin menyelamatkan Anda dari kejatuhan yang lebih besar pada waktu yang lebih kemudian. Belajarlah dari setiap kegagalan. Akuilah langkah mundur dengan mengatakan, "Aku melakukan kesalahan", dan teruslah bergerak. Setiap kecelakaan, ketidakberuntungan, atau pencederaan atas harapan-harapan Anda secara potensial adalah kesempatan yang tersamar dengan indah.

8. Bila Anda mendapati bahwa Anda tidak dapat menolong diri Anda sendiri atau orang lain dalam keadaan stress, carilah bantuan dari spesialis yang terlatih di departemen kesehatan mahasiswa atau komunitas Anda. Pada beberapa kasus, sebuah problem yang tampaknya psikologis mungkin sebenarnya bersifat fisiologis, dan sebaliknya. Periksa layanan kesehatan mental Anda sebelum Anda membutuhkannya, dan gunakanlah tanpa khawatir mendapatkan stigma yang buruk.

9. Tumbuhkanlah kesenangan yang sehat. Berikan waktu untuk santai, meditasi, memperoleh pesan, menerbangkan layang-layang, dan menikmati hobi dan aktivitas yang dapat Anda lakukan sendiri dan dengan sarana yang mudah diperoleh serta apresiasilah diri Anda dengan lebih baik.

Jadi, bagaimana perasaan Anda? Bila stresor dalam kehidupan Anda memiliki potensi untuk membuat suasana hati Anda memburuk, kami harapkan Anda mampu menggunakan penilaian kognitif untuk meminimalkan imbasnya. Bila Anda merasa sakit, kami harapkan Anda mampu menggunakan kemampuan penyembuhan pikiran Anda untuk mempercepat perjalanan Anda kembali ke keadaan yang sehat. jangan pernah menganggap remeh kekuatan tipe-tipe "perasaan" yang berbeda ini dalam mengendalikan kehidupan Anda! Kekanglah kekuatan itu!

Menguji Anda

-Bagaimana model biopsikososial kesehatan mencerminkan pengaruh dari budaya nonBarat?

-Mengapa faktor-faktor genetis dan lingkungan membuat orang sulit berhenti merokok?

-Komponen apa yang perlu untuk melakukan intervensi yang berhasil atas AIDS?

-Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kecenderungan pasien untuk mematuhi peraturan perawatan?

-bagaimana cara peneliti mendemonstrasikan bahwa pikiran memiliki imbas pada tubuh?

-Apa hubungan antara tipe kepribadian dengan kesehatan fisik?

-Apa konsekuensi dari job burnout bagi praktisi layanan jasa kesehatan?

Memetakan Ulang Poin-Poin Utama

EMOSI

Emosi adalah pola-pola kompleks dari perubahan-perubahan yang tersusun dari pembangkitan fisiologis, penilaian kognitif, dan reaksi-reaksi behavioral dan ekspresif.

Sebagai produk evolusi, setiap manusia memiliki rangkaian ddasar respon-respon emosional.

Namun, budaya-budaya berbeda-beda dalam mengatur kepantasan mengungkapkan emosi.

Teori-teori klasik menekankan bagian-bagian yang berbeda-beda dari respon emosi, seperti reaksi badani peripheral atau proses neural pusat.

Teori kontemporer kini menekankan pada penilaian atas pembangkitan.

Emosi melayani fungsi motivasional, sosial, dan kognitif.

STRES DALAM HIDUP

Stres dapat muncul dari peristiwa negatif atau positif. Akar dari sebagian besar stres adalah perubahan dan kebutuhan untuk beradaptasi dengan tuntutan lingkungan, biologis, fisik, dan sosial.

Reaksi stres fisiologis diatur oleh hypothalamus dan sebuah interaksi kompleks dari sistem hormonal dan neural.

Tergantung pada tipe stresor dan efeknya, stres dapat menjadi gangguan yang lembut atau memicu munculnya reaksi yang mengancam kesehatan.

Penilaian kognitif adalah variabel moderator primer stres.

Strategi penanganan stres dapat berfokus pada masalah (mengambil langkah langsung) atau mencoba mengatur emosi (tidak langsung atau menghindari).

Penilaian kognitif dan restrukturasi dapat digunakan untuk menghadapi stres.

Dukungan sosial juga merupakan moderator stres yang signifikan, sepanjang sesuai dengan lingkungan.

PSIKOLOGI KESEHATAN

Psikologi kesehatan berfokus pada perawatan dan pencegahan penyakit.

Model biopsikososial kesehatan dan penyakit mencari hubungan antara faktor-faktor fisik, emosional, dan lingkungan.

Pencegahan penyakit pada abad ke-221 berfokus pada faktor gaya hidup seperti merokok dan perilaku yang berisiko AIDS.

Faktor-faktor psikologis mempengaruhi fungsi kekebalan.

Perawatan psikologis atas penyakit menambah dimensi lain pada perawatan pasien.

Orang yang berciri Tipe A (sangat kejam), Tipe B, dan pola-pola perilaku optimistis akan mengalami kecenderungan penyakit yang berbeda-beda.

Penyedia layanan kesehatan berisiko terkena burnout, yang dapat diminimalkan dengan perubahan situasi yang sesuai dengan lingkungan mereka.